Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2014

Teknologi Kampus Vs Teknologi Kampung

oleh : Prof Rhenald Kasali                                        @Rhenald_Kasali Selesai menelisik calon komisioner KPK minggu lalu, saya dijemput seorang teman  menuju sebuah kampung, dekat kawasan industri yang jaraknya sekitar 80 kilometer dari kota Semarang. Di bagian belakang sebuah rumah yang hampir rubuh dan kusam saya menyaksikan tumpukan besi, alat las, tabung besar elpiji dan beberapa tong berisi air. Di sana saya diterima seorang “montir” genius yang berhasil membuat pembakaran super hemat energi. Lulusan sebuah akademi dari Jepang ini menunjukkan kepada saya teknologi yang terlihat sederhana, hasil eksperimen tiada henti selama 8 tahun. Menurut rekan saya dari Jepang, teknologi ini original, dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Atas rekomendasi seseorang, ia diminta bertemu dengan saya. Karena tak mengerti teknologi, saya menghubungi teman-teman dari fakultas teknik, sejumlah fisikawan, dan ahli kimia. Seperti biasa, ilmuwan selalu menyangsikan temu

Sampah di Kanal Banjir Barat Semarang

SEMARANG - Kemarau menyebabkan debit air di Kanal Banjir Barat (KBB) Semarang menyusut. Akibatnya, aliran sungai dipenuhi sampah-sampah yang mengendap di dasar sungai. Pantauan KORAN SINDO di lapangan, sampah menumpuk di beberapa titik, terutama di dekat air terjun. Sampah-sampah yang didominasi sampah plastik itu membuat sungai menjadi kumuh. Selain di dalam aliran sungai, sampah juga terlihat berserakan di sepanjang bantaran. Diduga, sampah-sampah tersebut dibuang oleh para pengunjung Kanal Banjir Barat. Tari (26), salah satu pengunjung Kanal Banjir Barat menyayangkan kondisi tersebut. Apalagi, KBB saat ini telah menjadi salah satu ikon wisata air di Kota Semarang. "Harusnya pemkot membersihkan sampah-sampah itu," kata Tari, Senin (22/9/2014). Tari menambahkan, sebenarnya KBB dapat menjadi salah satu wisata yang menarik jika dikelola dengan baik. Ia berharap Pemerintah Kota Semarang rajin membersihkan lokasi itu dan memperbanyak tempat pembuangan sampa

Saling Bunuh Gara-gara Berebut Air

MAROS - Nahas bagi Husa (42), seorang petani palawija di Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Dia tewas akibat penganiayaan rekannya sendiri menggunakan pacul lantaran berebut air. Sebelumnya, Husa sempat dirawat di rumah sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar selama tiga hari. Lantaran menderita  luka yang cukup parah, nyawa korban tidak bisa diselamatkan. Kejadian berawal saat korban beradu mulut dengan pelaku, Hakibe (40), yang notabene adalah tetangga korban sendiri. Pelaku menuding korban sengaja mengalihkan air ke kebunnya sendiri. Pelaku beralasan saat itu membutuhkan air karena tanaman palawija-nya sudah siap dipanen. Kasubag Humas Polres Maros, M Jumahir, membenarkan peristiwa tersebut. Saat kejadian, di daerah tersebut kekurangan air dan masyarakat sedang menanam palawija yang sudah siap panen. "Motifnya hanya berebut air saja. Pelaku menuduh korban sengaja mengarahkan air ke kebunnya sendiri, dan terjadilah peristiwa itu," ujar

Ooho, Kemasan Air Minum Yang Bisa Dimakan

Selain tidak efisien, air dalam kemasan menyisakan limbah plastik yang tidak ramah lingkungan. Hal ini meresahkan banyak pihak. Karenanya banyak orang mencari wadah alternatif untuk menampung air. Ooho , salah satu wadah yang lentur dan bisa mengikuti ruang tempatnya ditaruh, tetapi juga dapat dimakan! Ooho adalah temuan inovatif yang terbuat dari lapisan membran tipis yang dapat dimakan. Teknik pembuatannya dengan cara spherifikasi. Teknik gastronomi molekular, suatu cairan yang dijatuhkan ke dalam larutan alginat, yang kemudian membentuk gel pelindung di sekitar cairan tersebut. Ooho juga dibuat dengan brown algae dan kalsium klorida. Teknik ini sebenarnya sudah diperkenalkan pada tahun 1946 oleh Ferran Adria di Barcelona, Spanyol. Pada waktu itu, dari teknik ini ia membuat zaitun yang berbentuk bulat dan sampai sekarang dapat ditemukan pada banyak restoran dari berbagai negara. “Saat ini manusia selalu membuat botol plastik, 80% dari plastik tersebut ternyat

Suhu Bumi Terpanas Sepanjang Sejarah

Data baru menunjukkan Bumi mengalami suhu paling panas dalam sejarah pada bulan Juni hingga Agustus lalu. Badan peneliti lautan dan atmosfer AS, National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA), menyatakan bahwa suhu rata-rata dunia selama tiga bulan tersebut adalah 16,4 derajat celsius. Ini berarti 0,71 derajat Celsius lebih tinggi dari rekor sebelumnya tahun 1998 dan yang tertinggi sejak dilakukan pencatatan suhu tahun 1880. Suhu di laut khususnya memanas pada bulan Agustus, yaitu 0,65 derajat Celsius di atas suhu rata-rata bulan itu dan melebihi rekor yang tercatat bulan Juni. Tahun ini bisa jadi merupakan tahun terpanas bagi bumi. Jika suhu pada empat bulan terakhir juga tinggi, berarti tahun 2014 akan menggantikan tahun 2010 sebagai tahun terpanas dalam sejarah. KTT Perubahan Iklim PBB dijadwalkan berlangsung hari Selasa, di New York, AS untuk mendorong negara-negara dunia guna mencapai kesepakatan iklim baru selambat-lambatnya akhir 2015. ( Sumber:

Sequel To Revolusi Hijau

Pertanian tak bisa diperbaiki hanya dengan bioteknologi. Ada yang menyebabkan tanaman ubi kayu milik Ramadhani Juma mati. "Mungkin kebanyakan air," katanya sambil menyentuh daun kuning layu pada tanaman setinggi dua meter. "Atau kebanyakan matahari." Tanah yang digarap Juma tak sampai setengah hektare, di dekat kota Bagamoyo, Tanzania. Dia berbicara dengan teknisi dari kota besar, yaitu Deogratius Mark, 28 tahun, dari Mikocheni Agricultural Research Institute. Mark memberi tahu Juma bahwa masalahnya bukan matahari maupun hujan. Penyebab ke­matian ubi kayu itu tidak terlihat karena sangat kecil, yaitu virus. Ia menjelaskan bahwa lalat sebesar kepala jarum pentol itu menyebarkan dua virus. Yang satu merusak daun ubi kayu, dan yang kedua, disebut virus brown streak, merusak umbinya—yang biasanya baru diketahui saat panen. Setelah menyingkapkan umbi, Juma mem­belah­nya hanya dengan sekali mengayunkan pacul. Dia menghela napas—daging putih krem

Mengapa Harga Sayuran Organik Mahal?

Tujuh tahun silam, ibunda Elly divonis menderita kanker stadium empat oleh dokter. Setelah menjalani kemoterapi selama dua kali, sang ibu menyerah. Ia tak lagi tahan menghadapi efeknya. Elly dan keluarganya pun mencari jalan keluar hingga ke benua Amerika Selatan, untuk berguru kembali kepada alam. “Terapi yang dijalankan tidak memakai obat,” kenang Elly dengan tutur yang lembut. “Mama harus mengonsumsi jus wortel dan sayuran, makan salad dengan sedikit madu, atau baked potato. Setidaknya enam gelas jus wortel dan empat gelas jus sayur harus dikonsumsi setiap hari.” Ada satu syarat mutlak yang tak bisa ditawar lagi: “Semua bahannya harus berasal dari sayur dan buah organik,” ungkapnya. Setelah tiga minggu mempelajari Terapi Gerson di Meksiko, Elly kembali ke tanah air dan menghadapi masalah baru: Di mana ia harus mencari wortel organik yang kebutuhannya mencapai angka 30 kilogram setiap minggu? Ia mengaku tak bisa mengandalkan supermarket penjual sayuran dan bua

Walhi : Sejak 1997 Antisipasi Kebakaran Hutan Di Sumsel Tidak Maksimal

Liputan6.com, Palembang - Peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang terjadi setiap tahunnya cukup mendapatkan perhatian serius dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatra Selatan. Bahkan, Walhi menilai Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Sumsel tidak tegas dalam menyelesaikan kasus pembakaran hutan dan lahan yang terjadi setiap tahunnya. Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Hadi Jatmiko menyesalkan bahwa pemerintah daerah kurang mengambil tindakan tegas, seperti melakukan pencegahan atau memberi efek jera terhadap perusahaan-perusahaan perkebunan atau HTI yang di dalam kawasannya terdapat titik api. "Berdasarkan data, sejak tahun 1997- sampai dengan saat ini, penanganan kabut asap di Sumsel ini tidak pernah maksimal. Pada bulan Agustus 2014 titik api di Sumsel mencapai angka 253, sedangkan di bulan September titik api meningkat drastis 1.137 titik api, 70% nya berada di lahan konsensi Hutan Tanam Industri (HTI)," papar dia. kepada Liputan6.com di Palembang,

Akibat Pencemaran Air, Balai Benih Ikan Terganggu

(PETUGAS Balai Benih Ikan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon menunjukan benih beberapa jenis ikan yang mereka pijahkan, Kamis (25/9/2014). Masih maraknya industri batu alam yang membuang limbah ke sungai membuat BBI kesulitan memenuhi kebutuhan air yang layak untuk kolam pemijahan, sehingga produktifitas benih menurun sampai 80 persen.) SUMBER, (PRLM).-Tingginya perkembangan industri batu alam di yang masih membuang limbah ke sungai membuat Balai Benih Ikan (BBI) di Desa Dukupuntang, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon kesulitan memenuhi kebutuhan air yang layak untuk pemijahan ikan. Akibatnya, produktifitas ikan yang dipijahkan dari tahun ke tahun terus menurun hingga delapan puluh persen. Petugas Pemijah di BBI Dukupuntang, Nasir mengatakan, sejak tujuh tahun lalu industri batu alam di sekitar BBI tumbuh sangat pesat. Sayang pertumbuhan itu tidak disertai kesadaran para pengusaha untuk mengolah limbah mereka dengan baik sebelum membuangnya ke sungai. "S

Ten Things In Nature That Could Vanish Before Your Kids See Them

In their losing battle with television and digital devices, conservationists have urged parents to get the kiddies to the great outdoors . But even if parents managed to pull their children away from cellphones, what would they find in America's wilderness? A new report  by the Endangered Species Coalition, an alliance of 10 environmental activist groups, says they'll see fewer things in nature than their parents did. Many are listed as threatened or endangered by the U.S. Fish and Wildlife. Here are 10 plants and animals the groups say your children might never see. Rusty patched bumblebees These big, fat and cute bees were once the most common bees in North America, buzzing across millions of acres in the United States, sucking nectar and moving pollen from the male to female parts of plants, making them one of America's most efficient pollinators, worth about $3 billion per year to U.S. agriculture. Now they have lost nearly 90 percent of their range.

Menjelang Krisis Air Di Kota Pekalongan

Awal tahun 2014, air di bak mandi yang bersumber dari sumur di rumah Ayub Khan, di Kelurahan Pringlangu, Kecamatan Pekalongan Barat, Kota Pekalongan, berubah warnanya. Air yang semula jernih telah berubah menjadi  merah tua, berbusa dan baunya sangat menyengat. Ayub Khan bertambah kaget saat melihat ikan-ikan yang ada di kolamnya tiba-tiba mati. Diduga, berubahnya warna air sumur dan matinya ikan-ikan di kolamnya karena tercemar limbah batik serta usaha pencucian jin yang ada di lingkungan tempat tinggalnya. “Sejak mengetahui air sumur  tercemar limbah, saya tidak berani lagi menggunakan air sumur untuk mandi. Apalagi untuk dikonsumsi sehari-hari. Saya beralih menggunakan air PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum),” terangnya, Kamis (26/6). Di tempat terpisah, sumur-sumur warga di Kelurahan Pabean, Kecamatan Pekalongan Utara, airnya juga berubah warna. “Airnya berasa asin dan warnanya berubah-ubah. Kadang coklat, kadang merah,” tutur Hidayat, salah seorang warga Ke