Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2012

Envirovolution.............(2012)

dok. U-Green ITB Setiap tiga hari, ITB “menebang” satu pohon pinus untuk memenuhi kebutuhan kertasnya karena 1 pohon pinus hanya menghasilkan 80.500 lembar kertas. Dan untuk membuat 1 kg kertas dibutuhkan 17 galon air yang setara dengan 324 liter air. Pernyataan tersebut dapat dilihat di pameran Envirovolution, 10 Maret 2012. Suatu pameran yang diselenggarakan Unit Lingkungan Hidup, U-Green ITB dan merupakan penutup serangkaian event Envirovolution 2012. Event yang tepat sasaran karena diadakan menjelang kenaikan harga BBM bulan April 2012. Dimana masyarakat harus mengencangkan ikat pinggang sehubungan dengan melambungnya harga-harga, kenaikan tarif daya listrik (TDL) dan biaya transportasi. Semua saling berhubungan. Biaya tinggi memproduksi kertas saling berkelindan antara biaya bahan baku, biaya proses, biaya transportasi hingga sering melupakan satu hal penting: biaya lingkungan. Karena harga kertas per lembar tidaklah mencerminkan harga sesungguhnya. Ad

Krisis Air, Salah Siapa?

Ada yang patut dikritisi dari tragedi  krisis air  di Jakarta yang menyebabkan   antrean warga dimana-mana . Kritik bukan hanya untuk keenggananan kebijakan peremajaan pipa-pipa air dan pintu air yang sudah tua menyebabkan air merembes dan mengakibatkan tanggul Kalimalang  jebol . Tapi sikap para pemimpin negera Republik Indonesia. Ketika  sekitar   65 %  pelanggan PAM di Jakarta harus antre air, kediaman presiden dan wakil presiden tidak kekurangan pasokan air. Bahkan tanamannya segar berseri karena mendapat siraman air bersih dari tangki Palyjam, mitra PAM JAYA. Kita bisa membandingkan dengan ketika beberapa tahun yang lalu Inggris mengalami krisis air (sumber: majalah Intisari).  Ratu kerajaan Inggris, Elizabeth II menghimbau rakyatnya untuk menggunakan air seperlunya, artinya hanya untuk keperluan rumah tangga. Sedangkan tanaman ditaman diharapkan untuk berpuasa dulu.  Mengingat beberapa tanaman termasuk tanaman bandel yang cukup disiram air seminggu sekali. Atas  himbaua

Adiwiyata dan Salman Al Farisi

Apa sih penghargaan Adiwiyata ? Penghargaan Adiwiyata adalah penghargaan untuk sekolah yang melaksanakan program sekolah berwawasan dan peduli lingkungan. Adiwiyata mempunyai makna : ” Tempat  yang  baik dan ideal dimana dapat diperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup dan menuju kepada cita-cita pembangunan berkelanjutan!” Sekolah (PG, TK, SD, SMP) Salman Al Farisi yang berlokasi di jalan Tubagus Ismail Lokal u1 Bandung  sudah memenuhi kriteria itu semua. Sungguh membanggakan melihat kemajuan Sekolah Salman Al Farisi. Ketika berkunjung kesana setahun yang lalu, pegawai kebersihan sekolah  masih membakar semua sampahnya. Tetapi sekarang semua berperan serta, dimulai pemisahan sampah oleh anak-anak sekolah, sehingga pewarnaan tong sampah kuning dan tong sampah biru tidak sekedar beda warna tapi anak-anak paham betul kemana sampah organik harus dibuang demikian juga  sampah anorg

Budaya ABS

ABS atau Asal Bapak Senang, lazim berlaku pada masa Orde Baru. Pada masa itu dengan tangan dingin dan berbekal feodalisme, pak Harto mencanangkan program “Keluarga Berencana”. Berhasilkah ? Menurut laporan, ya sangat berhasil !! Tapi tahukah pak Harto dan pemirsa yang menonton tayangan keberhasilan program Keluarga Berencana bahwa terjadi keanehan-keanehan yang didisain untuk menunjukkan bahwa program tersebut sukses dan pak Harto tersenyum ? Pada suatu acara yang disiarkan televisi nasional, seorang tetangga yang kebetulan bertubuh subur dan mempunyai 9 orang anak, diinstruksikan pak Camat setempat untuk mengutarakan betapa bahagianya dia karena hanya mempunyai 2 orang anak. Dilain waktu, sebagai pengantin muda yang belum berencana mengikuti program Keluarga Berencana, petugas KB mencatat saya sebagai pemakai spiral (alat kontrasepsi KB), hanya sekedar untuk menunjukkan bahwa program KB di daerah kami berhasil. Tetapi di zaman reformasi (katanya), bukankah cara-cara ti

Mungkinkah Cikapundungku Jernih Kembali?

Siap bermain air Cikapundung (dok. Maria Hardayanto) Asep berlari kedalam rumah, melepas semua bajunya kemudian dengan bertelanjang bulat dia berlari menuju tepian sungai Cikapundung dan ……..byurr….dia  bergabung dengan teman-temannya untuk sekedar berkecipak air. Maklum Asep baru berumur 3 tahun. Teman-temannya yang lebih besar berenang agak ketengah. Sebagian lagi merengek meminjam ban bekas  pada sekelompok  anggota Komunitas Peduli Cikapundung Bersih yang sedang menata ban bekas bewarna-warni dipinggiran sungai. Anak-anak itu seolah tak peduli bahwa ada pejabat yaitu Wakil Walikota Bandung yang sedang temu wicara dengan anggota komunitas. Berembug untuk memecahkan permasalahan sungai Cikapundung. Sementara sebagian dari anggota komunitas menyiapkan pentas kesenian lokal diatas panggung seadanya. Sungai Cikapundung memang sedang  merias diri . Dimulai Agustus 2010, Wakil Walikota Bandung, Ayi Vivananda bersepakat dengan masyarakat seputar sungai Cikapundung untuk mencan