Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2012

Tadabur Alam

(dok.Maria G. Soemitro) “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silihbergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orangyang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk  atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkantentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Rabb kami,tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau,maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS.Ali Imron:190-191) Mungkin ada yang bertanya : “Apakah yang dilakukan ibu-ibu di pengajian hanya membaca dan membahas Al Qur’an?” Sebetulnya acara ibu-ibu pengajian cukup variatif. Apabila ada rekan dan keluarganya yang sakit, atau meninggal kami pasti menjenguk. Juga ketika ada rekan yang akan berangkat menunaikan ibadah ke tanah suci. Selain itu ada acara bakti sosial ke rumah yatim piatu, rumah panti jompo dan membagikan rezeki bagi pemulung, tukang sampah dan tukang becak. Tetapi yang paling menarik adalah tadabur alam.

Bandung Berkebun, 20 Komunitas Baru dalam Setahun

Dalam salah satu tulisannya di Kompasiana, mantan Menteri Riset dan Teknologi Indonesia, Kusmayanto Kadiman mengutarakan idenya untuk memanfaatkan lahan kosong. Diantaranya  lahan  terbuka yang dikelola PT Jasa Marga dan dibiarkan hanya ditumbuhi rumput. Sayang sekali pak  KK  tidak aktif di twitter sehingga tidak bertemu dengan  Ridwan Kamil  yang melihat banyak lahan menganggur lewat Google Earth dan menggagas urban farming.  Kolaborasi  dua orang hebat ini pastilah akan mempercepat proses penghijauan kembali lahan menganggur. Karena hanya berbekal 19.600 lebih  followers  dan aktif bertwitter ria, Ridwan Kamil mampu membangun komunitas  Indonesia Berkebun  tanpa modal. Setiap  follower menyumbang, entah tanah kosong, kompos, bibit, pengetahuan cara bertani organik dan waktu serta tenaga. Para  followers  tersebut bergabung dengan komunitas berkebun dikotanya masing seperti : Jakarta Berkebun, Bandung Berkebun, Banten Berkebun, Makasar Berkebun dan seterusnya. Setiap

Pakan Ternak, Penahan Erosi

1.Gamal (  Gliricidia maculate  ) Di Indonesia Gamal memiliki beberapa sebutan yang berbeda-beda Daerah Sebutan Gamal Indonesia Gamal Jawa Timur Kelorwono,Joharlimo DI Yogyakarta Johar Gembiro Loka Sunda Cebreng Jawa Barat Cepbyer Ciamis Kalikiria Garut Angrum Jawa Tengah Wit Sepiung, Liriksida Gamal berasal dari Amerika Tengah dan Brazilia yang beriklim kering. Ditemukan mulai dari permukaan laut hingga ketinggian 1200 meter. Akan tetapi, tumbuhan ini telah lama dibudidayakan dan bernaturalisasi di wilayah tropika Meksiko, Amerika Tengah, dan bagian utara Amerika Selatan, sampai pada ketinggian 1.500 m. Jenis ini juga telah diangkut ke wilayah Karibia dan kemudian ke Afrika Barat. Ia di introduksikan ke Filipina oleh orang Spanyol pada awal tahun 1600-an, dan ke Sri Lanka dalam abad ke-18l dari sana tumbuhan ini mencapai negara Asia lain, termasuk Indonesia (kira-kira tahun 1900), Malaysia, Thailand dan India. Gamal dip

Bandung Berkebun, Ide Cemerlang yang Tak Mudah Implementasinya

Memahami sebuah konsep sederhana bukan berarti mudah mengaplikasikannya. Itulah yang terjadi pada Bandung Berkebun. Berawal dari ide  Ridwan Kamil  tentang Indonesia Berkebun  yang telah dilaksanakan di kota  Jakarta  dan kota besar lainnya. Bandung Berkebun berpegang pada 3 ketentuan yang harus diterapkan  yaitu : 1.     Ekologi 2.    Edukasi 3.    Ekonomi Tidak hanya itu, pendekatanpun perlu dilakukan terhadap warga karena diharapkan mereka mendapat manfaat secara langsung dan ikut berpartisipasi merawat kebun. Selain warga, anak-anak sekolah menjadi prioritas karena tidak banyak sekolah yang mampu menyediakan fasilitas agar anak didiknya mendapat pendidikan lingkungan hidup dengan menyenangkan. Lahan pertama yang dipinjamkan terletak di jalan Sukamulya Indah 6/5 Bandung, suatu kawasan urban kota dimana penduduk urban menempati area cukup luas. Sekitar 500 meter persegi perkeluarga. Sedangkan penduduk pribumi tinggal berdesak-desakan, terkadang dalam rum

Trans Jakarta, Demi Proyek atau Demi Warga?

Pernah coba memencet hidung sendiri alias tidak bernafas dalam 20 hitungan? Atau pernah coba  membenamkan wajah dalam-dalam ke bantal? Atau memasukkan kepala dalam tas plastik dan mengikatnya selama 1 menit? Kedengarannya konyol, tapi itu membuktikan bahwa hidup kita tergantung sekali pada oksigen. Melebihi ketergantungan pada air dan makanan. Tapi mengapa kita justru menyepelekan penghasil oksigen yaitu pohon ? Karena itu sungguh sulit dimengerti, mengapa Jakarta enggan menambah jumlah pohonnya. Malah demi  proyek pembangunan  Koridor XI, Jalur Bus Transjakarta maka sebanyak 1.052 pohon akan ditebang pada akhir Mei 2011 (Kompas.com 6 Mei 2011). Menurut Kasi Jalur Hijau, Sudin Pertamanan Jaktim, Abu Bakar pohon yang akan ditebang seperti  pohon dadap, beringin, glodogan, flamboyant, jati dan bungur tersebut rata-rata berdiameter 20 - 40 sentimeter dengan ketinggian rata-rata 15 - 20 meter. Sungguh aneh perencanaan pembangunan kota Jakarta. Sebetulnya pembangunan itu

Penebangan Pohon Demi Pembangunan

Sebanyak 68  pohon mahoni dan angsana berusia 30-40 tahun ditebang untuk proyek pelebaran dan peninggian jalan A.H. Nasution (Ujungberung) Bandung. “Penebangan pohon tersebut sudah dikoordinasikan dengan sejumlah pihak terkait dan baru akan diganti setelah proyek selesai”, ujar Sekretaris Dinas Pertamanan dan Pemakaman (Distamkam) Kota Bandung Arief  Prasetya, Minggu (2/5) ( Pikiran Rakyat, Senin 3 Mei 2010 ) Pertanyaannya : “Siapakah pihak terkait yang dimaksud ?” Warga yang direnggut suplai oksigennya dan harus menunggu 30 tahun lagi ? Warga yang dipaksa hidup di udara panas dan  makin menyengat hingga mengakibatkan turunnya produktifitas dan kreatifitas ? Warga yang dapat dipastikan akan makin kekurangan air karena pohon berumur 30-40 tahun yang “pandai” menyimpan air telah lenyap ? Dan apakah warga mempunyai hak protes ? Hak yang sama seperti ketika air ledeng  berhenti ngocor , listrik  byar pet, bbm langka  dan pelayanan masyarakat yang kurang memuaska