Skip to main content

Budaya ABS




ABS atau Asal Bapak Senang, lazim berlaku pada masa Orde Baru. Pada masa itu dengan tangan dingin dan berbekal feodalisme, pak Harto mencanangkan program “Keluarga Berencana”. Berhasilkah ? Menurut laporan, ya sangat berhasil !! Tapi tahukah pak Harto dan pemirsa yang menonton tayangan keberhasilan program Keluarga Berencana bahwa terjadi keanehan-keanehan yang didisain untuk menunjukkan bahwa program tersebut sukses dan pak Harto tersenyum ?

Pada suatu acara yang disiarkan televisi nasional, seorang tetangga yang kebetulan bertubuh subur dan mempunyai 9 orang anak, diinstruksikan pak Camat setempat untuk mengutarakan betapa bahagianya dia karena hanya mempunyai 2 orang anak.

Dilain waktu, sebagai pengantin muda yang belum berencana mengikuti program Keluarga Berencana, petugas KB mencatat saya sebagai pemakai spiral (alat kontrasepsi KB), hanya sekedar untuk menunjukkan bahwa program KB di daerah kami berhasil.

Tetapi di zaman reformasi (katanya), bukankah cara-cara tidak lazim dan cenderungpolesan  harusnya sudah tidak terjadi ? Slogannya adalah : Rakyat Butuh Bukti Bukan Janji !!

Sayang , kebiasaan yang mengakar disegala sendi kehidupan dan sesungguhnya tidak menguntungkan siapapun tersebut masih terjadi.

Programnya saja yang berubah, karena sekarang sedang trend issue lingkungan hidup, program mengenai lingkungan hiduplah yang digulirkan, tanpa melakukan kajian pendekatan yang jitu terhadap masyarakat.

Padahal pembenahan lingkungan hidup diperlukan oleh masyarakat bukan pejabat. Di setiap pembicaraan mengenai lomba lingkungan hidup, pejabat setingkat RW (Rukun Warga) dan RT (Rukun Tetangga) sepakat bahwa yang terpenting adalah pembenahan lingkungan hidupnya bukan hadiah perlombaannya,…………. nah ?!

Anehnya pejabat diatas RT dan RW tidak sepakat bahwa program lingkungan hidup yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup warga tidak memerlukan gebyar pembukaan yang menghabiskan uang ratusan juta.
Kok bisa menghabiskan uang sebanyak itu ? Ya, bisa karena asyiknya pihak terkait (baca: bukan masyarakat) merancang dan menggelar acara pembukaan Pelatihan Lingkungan Hidup penuh gebyar gemebyar.

Gebyar dimulai dari pembukaan di tingkat kota, dimana seluruh pejabat daerah maupun pejabat terkait hadir. Tidak lupa kegiatan standar seperti penanaman pohon dan melepas ratusan burung yang semula diternakkan untuk terbang ke habitatnya.

Gebyar serupa diteruskan ditingkat kecamatan dan diteruskan lagi ke tingkat kelurahan. Prakteknya? Yah terserah masyarakatnya, mau Jumsih (Jumat Bersih) saja yang berarti hanya sekedar menyapu halaman serta membersihkan jalan-jalan setapak di depan rumahnya, atau memisah sampah dan hasilnya disalurkan ke bank sampah, atau sekedar ikut Gebyar kemudian pulang tanpa kesan kecuali tadi saya bertemu pejabat tinggi !!

Tapi yang paling miris adalah suatu kejadian gebyar pembukaan pelatihan lingkungan hidup di suatu kecamatan yang dihadiri bapak Wakil Walikota. Karena ingin menampilkan sesuatu yang berbeda, panitia pontang panting mencari tanaman padi dalam pot. Biasanya saya menanam, pak Sobirin Supardiyono juga dan DPKLTS (Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda) wadah tempat kami menginduk dan berbagi pengalaman tentang tanaman padi dalam pot yang berbasis SRI hampir selalu menyiapkan tanaman padi tersebut.
Sayang, saya tidak bisa memberikan sumbangan tanaman padi dalam pot karena baru saja dicabuti dan dijadikan kompos karena padinya sudah habis dimakan burung yang berterbangan diatas rumah dan masuk ke pekarangan yang dipenuhi pohon.
Untuk meminjam kepada pak Sobirin Supardiyono, mungkin panitia segan.

Satu – satunya harapan hanyalah tanaman padi DPKLTS yang kebetulan hanya tersisa 2 pot. Itupun masih kecil-kecil, tetapi dari satu bulir benih padi akan muncul banyak tunas tanaman.
Panitiapun mendapat akal, dari 2 rumpun padi dalam 2 pot dipisah-pisah menjadi beberapa polybag. Wah keren kan. Kecamatan tersebut seolah-olah sudah sadarlingkungan dengan membuat kompos sendiri bahkan menanam padi polybag.

Benar saja, di sebuah harian tertanggal 15 Juli 2010 tertulis bahwa kecamatan tersebut membuat terobosan menarik dengan menanam padi dalam polybag. Kemudian apa kata bapak Wakil Walikota ? “ Sebelumnya sudah ada lembaga yang menanam padi pada polybag. Tetapi masyarakat secara masif menanam padi pada polybag dan diberi pupuk hasil pengomposan, ini merupakan hal yang baru.”

Oho, andaikan bapak Wakil Walikota mengetahui bahwa masyarakat yang dipuji-pujiternyata meminjam padi polybag dari lembaga dimaksud. Jangankan membuatkompos dan menanam padi, mengajak masyarakat memisah sampah sulitnya bukan main. Padahal pemisahan sampah dari awal adalah ujung tombak pembuatan kompos. Setelah mempunyai kompos, barulah masyarakat diajak menanam tanaman yang lebih mudah dan manfaatnya langsung terasa seperti cabai (yang sekarang harganya mencekik leher), kangkung, bayem, tomat atau tanaman obat.

Salahkah bapak Wakil Walikota dan media yang memublikasikannya ? Jawabannya iya dan tidak, iya karena harusnya bapak Wakil Walikota menyisihkan waktu untuk wawancara dengan masyarakat tentang tanaman padi polybag sehingga acara ABS ini tidak membudaya. Tidak , karena saya tahu bapak Wakil Walikota mempunyai kesibukan yang padat mengingat semua pembukaan pelatihan tingkat kecamatan harus beliau hadiri.

Dan mengapa saya usil ? Apa urusannya apabila acara ABS ini membudaya ?
Karena tanaman-tanaman yang diakui sebagai tanaman masyarakat itu sebetulnya hasil kerja sukarelawan (yang artinya tidak dibayar) DPKLTS untuk dibawa ke daerah Priangan Selatan dalam rangka kampanye SRI (System Rice Intensification). Bisa dibayangkan sedihnya , tanaman yang dipelihara dengan tujuan mulia tersebut digunakan untuk tujuan ABS.

Beberapa waktu kemudian kesedihan saya bertambah ketika salah seorang anggota panitia menghubungi saya : “ Bu, bisa pinjam tanaman padinya ?”

“ Untuk apa ? Berapa banyak ? “ Jawab dan tanya saya kembali.

“ Untuk pembukaan pelatihan di kecamatan XXX”. Dua ratus polybag bu, eh kalau bisa 500 polybag .”

Hah ???!!!! Maksudnya ???!!!

Salam ABS


Comments

Popular posts from this blog

Kegenitan Kampus Undip

Sulit mencari ungkapan  tepat untuk mengungkapkan kampus baru Universitas Diponegoro di Tembalang, Semarang Provinsi Jawatengah. Memang ada jargon kampus yaitu kampus keanekaragaman hayati. Pohon-pohon dibiarkan tetap tumbuh demikian pula semak-semak bahkan ada 2 ekor sapi yang mencari rumput di area kampus. Sapi di area kampus? Begitu banyak kampus, baru sekarang penulis melihat sapi merumput dan memamah biak rumputnya dengan santai. Kebetulan hujan sedang turun, apabila tidak bisa dibayangkan ada banyak burung, kupu-kupu, belalang dan beragam serangga lainnya bersenda gurau diantara pepohonan yang asri tersebut. jalan masuk kampus Undip dan beragam bangunan fakultas di kanan kirinya Kampus baru Universitas Diponegoro ini begitu bersolek. Ada patung Diponegoro berkuda menyambut pengunjung. Ada dua gedung kembar di kanan dan kiri jalan menuju area kampus. Bak  pager bagus menyambut kedatangan siapapun yang ingin menikmati keindahan  kampus Undip. Dan tidak seperti kampus

Dampak Pemanasan Global Bagi Kesehatan

Perubahan iklim membawa pengaruh besar terhadap kesehatan manusia, kehidupan sosial, dan lingkungan tempat tinggal kita. Manusia terancam kekurangan air bersih, sumber-sumber makanan, dan tempat tinggal yang layak huni. Demikian kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di dalam rilisnya. Antara tahun 2030 - 2050, perubahan iklim diduga akan menyebabkan kenaikan angka kematian sebesar 220 ribu jiwa per tahun akibat malanutrisi, diare, dan udara panas. Pemanasan global Selama lebih dari 50 tahun, aktivitas manusia, terutama pembakaran fosil, seperti batu bara dan minyak bumi, telah melepas sejumlah besar karbon dioksida dan emisi gas lainnya. Gas-gas ini kemudian terperangkap di bawah lapisan atmosfer dan menyebabkan pemanasan global. Dalam 130 tahun terakhir, dunia telah menghangat sekitar 0,85 derajat C. Tiga dekade terakhir ini atau terhitung sejak 1850, bumi menjadi lebih panas dari sebelumnya. Akibatnya, lapisan es bumi mencair, permukaan laut naik, dan pola pr

Bauran Energi 25-25, Strategi Indonesia Hadapi Krisis Energi

bauran energi 2025 Aksi protes pro demokrasi  di berbagai negara Arab menyusul mundurnya presiden Tunisia dan Mesir mengakibatkan harga minyak dunia melesat diatas US $104 per barel . Harga yang relative sulit turun mengingat situasi yang makin memanas. Iran berupaya mengirim kapal-kapal angkatan laut ke kawasan Mediterania dan Pemimpin Libya, Muammar Khadafi memerintahkan mengganggu ekspor minyak Libya dengan menghancurkan pipa ke Mediterania Tertanggal 23 Februari 2011, Libya menyatakan force majeur dan efektif membatalkan kontrak minyak. Padahal Libya merupakan pemilik cadangan minyak terbesar di Afrika sebesar 42 miliar barel dan menjadi produsen ke empat terbesar di Afrika dengan produksi 1,8 juta barel per hari. Sedangkan Bahrain, Yaman, Aljazair, Libya dan Iran - mewakili sepuluh persen dari produksi minyak mentah dunia,” Tanpa tragedy dan ketegangan yang meningkat di Timur Tengah dan Afrika Utara, para  pe