Skip to main content

Kendalikan Emisi CO2 Dengan Carbon Capture Storage



sumber gambar : disini
Berbagai cara ditempuh untuk mencegah dan mengendalikan emisi CO2.  Mencegah emisi CO2 jelas lebih murah tetapi lebih sulit. Bagaimana mungkin menghentikan pengeboran migas (bahan bakar fosil), menghentikan industri baja, semen, LNG serta menghentikan  transportasi. Karena itu sejak tahun 1980-an negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan Norwegia berjibaku mencari jalan mengendalikan emisi CO2 agar tidak dilepas ke atmosfer.

Salah satu metode pengendalian emisi CO2 adalah Carbon Capture  Store (CCS). Yaitu suatu  metode menangkap dan menyimpan CO2 yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut :

  • Langkah pertama : CO2 ditangkap dari penghasil CO2 yang besar misalnya pembangkit listrik berbahan bakar fosil.
  • Langkah kedua : Transport CO2 (pemindahan CO2). Setelah ditangkap, milyaran ton emisi CO2 dikompresi menjadi cair agar mudah diangkut ke tempat penyimpanan yang sesuai. Untuk penyimpanan di tambang migas offshore. Co2 diangkut melalui jalur pipa offshore, menggunakan kapal  atau kombinasi keduanya.
  • Langkah ketiga adalah penyimpanan CO2. Tempat penyimpanan paling praktis untuk menyimpan emisi karbon dalam jumlah banyak biasanya reservoir minyak atau gas yang sudah tua. 

Professor Geologi Universitas Edinburgh, Stuart Haszeldine mengungkapkan :”Cukup banyak tempat penyimpanan potensial di bumi ini. Yang diperlukan adalah reservoir berpori dan berlapis yang ditutup batuan lumpur dan garam, kedua bahan yang mudah dicari di dunia.” Saline aquifers merupakan batuan berpori berisi air yang sangat asin. Lapisan ini dapat menjadi tempat untuk menyimpan CO2. Studi Geologi menunjukkan bahwa terdapat banyak lapisan saline aquifers yang berpotensi menampung semua emisi C02 di Eropa sampai abad berikutnya.

  • Langkah keempat adalah monitoring (pemantauan). Memantau dan memverifikasi jumlah CO2 yang tersimpan sangatlah penting jika penyimpanan CO2 digunakan untuk memenuhi komitmen nasional dan atau internasional sebagai dasar perdagangan emisi. Setiap tempat penyimpanan CO2 harus diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya kebocoran CO2 dari tempat penyimpanan.
Tiga tehnik untuk menangkap CO2 dari bahan bakar fosil adalah : post-combustion, pre-combustion dan oxyfuel combustion capture.

  1. Tehnik post-combustion menangkap CO2 dari gas buang pembangkit listrik setelah  bahan bakar fosil dibakar. Gas buang akan melewati absorber tower yang mempunyai bahan kimia khusus (biasanya amina). Amina berfungsi untuk menyerap CO2 dari gas buang. Amina yang kaya CO2 tersebut dipanaskan untuk melepaskan CO2 murni. Kemudian dimampatkan menjadi cair sehingga dapat dipindahkan jauh dari tempat asal. Setelah dingin, amina disirkulasikan kembali ke system penangkapan untuk dipakai ulang. Tehnik post-combustion dianggap sebagai tehnik penangkapan terbaik dan telah digunakan selama bertahun-tahun. Tehnik dasar ini digunakan industry minuman bersoda selama kurang lebih 60 tahun. Tantangan tehnik ini adalah memperbesar skala dan proses untuk menangani sejumlah besar CO2 yang kebanyakan dihasilkan industry pembangkit listrik.
  2. Tehnik pre-combustion biasanya diterapkan pada Integrated Gasification Combine Cycle (IGCC) yaitu pembangkit listrik tenaga batu bara  dan penangkapan CO2 dilakukan sebelum batu bara benar-benar membara. Batu bara dipanaskan secara perlahan untuk mengeluarkan synthetic gas yang terdiri dari karbon monoksida dan hydrogen. Karbon monoksida yang  direaksikan dengan air untuk menghasilkan hydrogen dalam jumlah lebih banyak daripada CO2. CO2 dipisahkan dan dikompresimenjadi cair agar mudah dipindahkan. Hidrogen yang dihasilkan digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Kekurangan tehnik pre-combustion adalah tidak dapat dilakukan retro-fitted pada pembangkit batu bara jenis lama yang saat ini masih banyak digunakan untuk menyediakan listrik di dunia tetapi merupakan metode alternatif yang efisien untuk pembangkit batu bara di masa mendatang.
  3. Tehnik oxyfuel combustion yaitu membakar bahan bakar fosil dengan oksigen murni alih-alih dengan udara. Gas buang yang dihasilkan hampir seluruhnya terdiri dari CO2 dan air. Air dikeluarkan melalui kondensasi sedangkan CO2 dikompresi agar dapat dipindahkan. Tehnik ini dapat menghasilkan tingkat penangkapan CO2 yang sangat tinggi, kekurangannya metode ini membutuhkan banyak energy untuk menghasilkan oksigen murni sehingga relative tidak efisien. Masih diperlukan banyak penelitian untuk memperbaiki tehnik ini.
Bagaimana penerapan teknologi carbon capture storage (CCS) di Indonesia? Agaknya masih jauh, karena belum ada negara berkembang yang mengembangkan risetnya. Apalagi mengaplikasikannya. Hal tersebut disebabkan biayanya yang mahal dan jauh dari komersial.

Jepang merupakan salah satu negara terbaru yang menerapkan teknologi CCS. Pada tahun 2009 dialokasikan ¥ 3,3 miliar ($ 35 juta) untuk proyek tersebut dan pada Maret 2010 mulai menyimpan CO2 100,000 ton per tahun. Sebuah organisasi penelitian pemanasan global Jepang, Research Institute of Innovative Technology for the Earth  memperkirakan 150 miliar ton CO2 dapat disimpan bawah tanah di Jepang dan di sekitar wilayah pesisir dalam laut.

Biaya mengendalikan emisi CO2 sungguh mahal dan prosesnya cukup merepotkan.

Karena itu dapat dimengerti ketika negara-negara maju menghendaki Indonesia menghentikan deforestasi serta mendukung komitmen Indonesia untuk menekan emisi gas rumah kaca nasional hingga 41 persen.
Suatu angka  ambisius yang sudahh dimulai pemerintah Indonesia dengan menerbitkan Inpres nomor 10 tahun 2011 yang diantaranya berisi penundaan pemberian izin baru hutan alam primer dan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi (hutan produksi terbatas, hutan produksi  biasa/tetap, hutan produksi yang dapat dikonversi) selama 2 tahun.

Indonesia memang bukan negara industri. Pembangkit listriknyapun tidak sebanyak negara maju terbukti hanya sekitar 66 % rakyat Indonesia yang menikmati listrik. Emisi CO2 tertinggi hanya berasal dari transportasi karena itu Pemerintah Indonesia tidak harus dipusingkan tenologi Carbon Capture Storage.

 Bahkan  Indonesia mendapat suntikan dana dari Norwegia sebanyak 200 juta dolar AS untuk tahap satu dan tahap kedua, serta 800 juta dolar AS untuk tahap ketiga.
Jadi, kapan Indonesia akan mulai menanami hutannya yang gundul?

Sumber data :

Comments

Popular posts from this blog

Kegenitan Kampus Undip

Sulit mencari ungkapan  tepat untuk mengungkapkan kampus baru Universitas Diponegoro di Tembalang, Semarang Provinsi Jawatengah. Memang ada jargon kampus yaitu kampus keanekaragaman hayati. Pohon-pohon dibiarkan tetap tumbuh demikian pula semak-semak bahkan ada 2 ekor sapi yang mencari rumput di area kampus. Sapi di area kampus? Begitu banyak kampus, baru sekarang penulis melihat sapi merumput dan memamah biak rumputnya dengan santai. Kebetulan hujan sedang turun, apabila tidak bisa dibayangkan ada banyak burung, kupu-kupu, belalang dan beragam serangga lainnya bersenda gurau diantara pepohonan yang asri tersebut. jalan masuk kampus Undip dan beragam bangunan fakultas di kanan kirinya Kampus baru Universitas Diponegoro ini begitu bersolek. Ada patung Diponegoro berkuda menyambut pengunjung. Ada dua gedung kembar di kanan dan kiri jalan menuju area kampus. Bak  pager bagus menyambut kedatangan siapapun yang ingin menikmati keindahan  kampus Undip. Dan tidak seperti kampus

Dampak Pemanasan Global Bagi Kesehatan

Perubahan iklim membawa pengaruh besar terhadap kesehatan manusia, kehidupan sosial, dan lingkungan tempat tinggal kita. Manusia terancam kekurangan air bersih, sumber-sumber makanan, dan tempat tinggal yang layak huni. Demikian kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di dalam rilisnya. Antara tahun 2030 - 2050, perubahan iklim diduga akan menyebabkan kenaikan angka kematian sebesar 220 ribu jiwa per tahun akibat malanutrisi, diare, dan udara panas. Pemanasan global Selama lebih dari 50 tahun, aktivitas manusia, terutama pembakaran fosil, seperti batu bara dan minyak bumi, telah melepas sejumlah besar karbon dioksida dan emisi gas lainnya. Gas-gas ini kemudian terperangkap di bawah lapisan atmosfer dan menyebabkan pemanasan global. Dalam 130 tahun terakhir, dunia telah menghangat sekitar 0,85 derajat C. Tiga dekade terakhir ini atau terhitung sejak 1850, bumi menjadi lebih panas dari sebelumnya. Akibatnya, lapisan es bumi mencair, permukaan laut naik, dan pola pr

Bauran Energi 25-25, Strategi Indonesia Hadapi Krisis Energi

bauran energi 2025 Aksi protes pro demokrasi  di berbagai negara Arab menyusul mundurnya presiden Tunisia dan Mesir mengakibatkan harga minyak dunia melesat diatas US $104 per barel . Harga yang relative sulit turun mengingat situasi yang makin memanas. Iran berupaya mengirim kapal-kapal angkatan laut ke kawasan Mediterania dan Pemimpin Libya, Muammar Khadafi memerintahkan mengganggu ekspor minyak Libya dengan menghancurkan pipa ke Mediterania Tertanggal 23 Februari 2011, Libya menyatakan force majeur dan efektif membatalkan kontrak minyak. Padahal Libya merupakan pemilik cadangan minyak terbesar di Afrika sebesar 42 miliar barel dan menjadi produsen ke empat terbesar di Afrika dengan produksi 1,8 juta barel per hari. Sedangkan Bahrain, Yaman, Aljazair, Libya dan Iran - mewakili sepuluh persen dari produksi minyak mentah dunia,” Tanpa tragedy dan ketegangan yang meningkat di Timur Tengah dan Afrika Utara, para  pe