Skip to main content

Sindiran Warga Venezia Van Java



Sungai Cidago (dok. Danial Bin Fauzi)
Punakawan dalam pagelaran wayang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia  kaya budaya sindiran. Sedangkan ditataran televisi nasional ada banyak acara bermuatan sindiran. Salah satunya adalah acara Sentilan Sentilun yang diperankan Slamet Raharjo dan Butet Kartarejasa yang sering melontarkan sindirin bermakna kritik pedas bagi ketidak adilan yang tengah berlangsung.

Tanpa sadar budaya sindiran mewarnai perilaku kita sehari-hari. Ketika hujan deras mengguyur Kota Bandung  dan dengan sekejap jalan Dago dibanjiri air cileuncang (air dari selokan ) yang melimpah hingga mirip bah.  Danial, penggiat Forum Hijau Bandung yang sempat mengabadikan kejadian tersebut menamai fotonya “Cidago”. Awalan “ci” yang berarti air biasanya digunakan untuk menamakan sungai seperti : Sungai Ciliwung, sungai Citarum, sungai Cidurian dan Sungai Cikapundung yang membelah Kota Bandung.

Kebetulan beberapa hari yang lalu penulis juga terperangkap dalam “sungai Cidago”, dan diantara derasnya hujan sempat mengabadikan beberapa foto, salah satunya:
1355104674532070130
Sungai Cidago (dok. Maria G. Soemitro)
Ketika jalan Dago yang prestisius dan  terletak di Bandung Utara bernasib naas demikian, bagaimana dengan Bandung Selatan? Penulis menerima kiriman foto jalan Pagarsih dari Los Ninos dengan narasi sebagai berikut:
13551048141477638817
Jln. Pagarsih 28 November 2012 (Dok. Los Ninos)
Ini bukan hasil badai Katrina di Amerika, bukan banjir di Soreang, jg bukan dimana-mana melainkan di Jl. Pagarsih, Kotamadya Bandung, di wilayah selatan tepatnya… HARI INI Rabu 28 November 2012”

Sebetulnya jalan Pagarsih tidak terletak jauh di Selatan, lokasinya lebih dekat dengan pusat kota Bandung dan termasuk kawasan padat penduduk. Drainase di kawasan seperti itu biasanya rentan dizalimi oleh sampah dan penataan yang kurang tepat cenderung sembrono ketika proyek penggalian demi penggalian berlangsung.
Kesal karena tidak ada perhatian dari pemerintah maka beberapa hari kemudian Gangga Saputra mengolah digital foto tersebut dan membagikannya melalui jaringan facebook. Foto tersebut diberi narasi oleh T. Bachtiar Geo, pemerhati lingkungan Bandung sebagai berikut:
13551051602073001916
Rafting Race di Jln. Pagarsih (oldig Gangga Saputra)
“Sistem drainasi kota yg salah urus, merupakan kunci utamanya. Bukankah dalam SKPD Kota Bandung itu ada yang mengurus jalan dan tata airnya? Masih adakah otoritas negara yang mengelola kotanya? Ayo, begitu hujan turun, mari “kukuyaan” di Jl Dago, di Jl Merdeka, di Jl Asia Afrika, di Jl Peta, di Jl Kopo, Jl. Dr. Setiabudy, dll, semoga menjadi momentum untuk kembali menyadarkan pengelola kota untuk mengelola kotanya”


Yang dimaksud kukuyaan oleh T. Bachtiar adalah permainan di sungai Cikapundung menggunakan ban dalam bekas kendaraan roda empat dan dipopulerkan oleh komunitas Sungai Cikapundung Bersih bersama Walikota dan Wakil Walikota Bandung.
1355105460585821732
kukuyaan yang sebenarnya di sungai Cikapundung (dok. Maria G. Soemitro)
Sepuluh koma tiga milyar rupiah didapat pemerintah Kota Bandung dari (The Economic and Social Commission for Asia and the Pacific atau UNESCAP) dan Kementerian Pekerjaan Umum untuk menuju Sungai Cikapundung bersih tetapi dilain pihak, pemerintah kota Bandung enggan memperhatikan drainase perkotaan.

Tidak hanya drainase, jalan di tengah kotapun dibiarkan menganga. Khususnya jalan yang tidak terlihat pejabat pemerintah kota Bandung walau berada di sisi selatan Pasar Baru yang notabene terletak di tengah kota , dibanjiri wisatawan dari mancanegara dan yang terpenting penyumbang PAD cukup besar.
13551058051248824812
area di belakang Pasar Baru Bandung di musim kemarau(dok. Maria G. Soemitro)
Warga kota memang sudah capek. Karena itu tepat apa yang dikatakan Pidi Baiq, dosen FSRD ITB dan juga pendiri Band The Panas Dalam “Daripada marah-marah tidak jelas, lebih baik menyalurkan kritikan dalam bentuk sindiran”. Pakar gambar inipun membuat plesetan logo kota Bandung yang disebarkan lewat akun twitternya untuk menyindir.
13551061751947825315
Bandung Kiwari (kanan) Bandung masa kini (oldig Pidi Baiq)
Sindiran menjadi pelepas  ketika amarah warga sudah dititik jenuh. Toh kritik pedas tak pernah digubris pihak yang berwenang. Seolah mengabaikan peristiwa 15 Desember 2011 silam ketika jalan Dr Junjunan yang merupakan teras depan kota Bandung menenggelamkan puluhan kendaraan roda empat dan kendaraan roda dua. Tidak ada perbaikan, tidak ada perubahan.
13551068431754151175
Jln. Ters. Pasteur 15 Desember 2011 (dok. Gin Gin Ginanjar Noor)
Melihat kotanya berubah menjadi kota sungai setiap hujan deras berlangsung, warga Kota Bandung menjuluki kotanya Venezia Van Java. Menggantikan posisi Paris Van Java yang sudah tidak tepat lagi disematkan. Tercatat ketinggian air mencapai 10-30 cm di sepanjang jalan Ir H Djuanda (Dago), Jln. Merdeka, Jln. Supratman, Jln. Wastukencana, Jln. Banda, Jln. LLRE Martadinata, Jln. Surya Sumantri, Jln. Dr. Djundjunan, Jln. Sukajadi, Jln. Pasirkaliki, Jln. Kebon Kawung, Jln. Stasiun Timur, Jln. Astana Anyar, Jln. Pasirkoja, Jln. Moh. Toha, Jln. Inggit Garnasih dan Jln Cikutra Barat. Jalan-jalan yang terletak di pusat kota Bandung sehingga mengakibatkan lalu lintas macet  setiap hujan turun.

Apa yang sebetulnya terjadi? Bukankah pemerintah kota Bandung cukup mempunyai anggaran untuk membenahi kotanya?

“Kita melihat dokumen kerja terkait permasalahan banjir Pemkot Bandung belum fokus pada edukasi masyarakat. Pemerintah lebih berorientasi pada proyek pembangunan sarana prasarana tanpa melihat pemberdayaan dan upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah,”ucap Dadan Ramdan, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi)

Pembangunan fisik memang perlu tetapi tanpa kesadaran warga masyarakat maka semua agar berujung kesia-siaan. Warga masyarakat bukan tidak menyadari bahwa salah satu penyebab  banjir adalah sampah, tetapi toh tetap membuang sampah sembarangan atau bahkan ke aliran air selokan/sungai.

“Setiap pembangunan fisik terkait upaya pencegahan banjir sudah seharusnya dibarengi dengan dialog bersama masyarakat. Masyarakat duduk bareng dengan  pemerintah uintuk menyampaikan gagasan,”ujar Dadan.
Dengan demikian, masyarakat merasa dilibatkan dan pembangunan akhirnya bukan berasal dari kebijakan pemerintah saja, akan tetapi berasal dari keinginan masyarakat.”Selama ini ruang dialog sudah ada di musrembang. Namun, musrembang hanya seremoni karena yang diundang hanya pejabat di lingkungan pemkot baik kecamatan, kelurahan dan RT/RW,” ujarnya lagi

Mungkin apa yang dikatakan Dadan Ramdan terlalu sulit dilaksanakan karena acuan kerja pemerintah memang selalu proyek jangka pendek. Karena itu menarik mendengar pengalaman David Sutasurya, penggiat lingkungan dan  Direktur YPBB yang rupanya juga terperangkap banjir bersama anaknya, Nira (10 tahun).
“Kemarin saya di jalan Dago dan melihat sendiri bagaimana jalan itu berubah menjadi sungai. Sungai dadakan itu melewati gedung BAPPEDA dan ITB yang entah lebih banyak menghasilkan pahlawan atau koruptor. Ini kombinasi kebodohan, kemasa-bodohan dan keserakahan”. “Masalahnya bukan di drainase tetapi pada seluruh system tata air kota Bandung. Drainase cuma bagian kecil”.

“Dibawah jembatan layang Dago ada turis lewat dan memotret sungai dadakan tersebut. Mungkin dipikirannya ini bangsa bodoh amat ya?”, lanjut David.

“Berarti bapak  bodoh dong”, tiba-tiba Nira menyeletuk.

Olala, rupanya David harus hati-hati berbicara di depan anak kecil. Karena kalimatnya akan segera disambar oleh wakil generasi penerus bangsa ini.

“Aduh Nira, skak mat ……… bunda termasuk dong?”

“Iya, hehe ……… bapak juga bagian kebodohan”, dan kamipun tertawa bersama, mengingat bahwa apa yang dikatakan Nira sangat benar adanya.

Peristiwa tersebut menyadarkan bahwa tanpa terasa kita sesungguhnya telah berperan sebagai punakawan-punakawan  di era digital. Mentertawakan orang lain dan mentertawakan diri sindiri dalam sindiran.

**Maria G. Soemitro**

Sumber:

Comments

Popular posts from this blog

Kegenitan Kampus Undip

Sulit mencari ungkapan  tepat untuk mengungkapkan kampus baru Universitas Diponegoro di Tembalang, Semarang Provinsi Jawatengah. Memang ada jargon kampus yaitu kampus keanekaragaman hayati. Pohon-pohon dibiarkan tetap tumbuh demikian pula semak-semak bahkan ada 2 ekor sapi yang mencari rumput di area kampus. Sapi di area kampus? Begitu banyak kampus, baru sekarang penulis melihat sapi merumput dan memamah biak rumputnya dengan santai. Kebetulan hujan sedang turun, apabila tidak bisa dibayangkan ada banyak burung, kupu-kupu, belalang dan beragam serangga lainnya bersenda gurau diantara pepohonan yang asri tersebut. jalan masuk kampus Undip dan beragam bangunan fakultas di kanan kirinya Kampus baru Universitas Diponegoro ini begitu bersolek. Ada patung Diponegoro berkuda menyambut pengunjung. Ada dua gedung kembar di kanan dan kiri jalan menuju area kampus. Bak  pager bagus menyambut kedatangan siapapun yang ingin menikmati keindahan  kampus Undip. Dan tidak seperti kampus

Dampak Pemanasan Global Bagi Kesehatan

Perubahan iklim membawa pengaruh besar terhadap kesehatan manusia, kehidupan sosial, dan lingkungan tempat tinggal kita. Manusia terancam kekurangan air bersih, sumber-sumber makanan, dan tempat tinggal yang layak huni. Demikian kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di dalam rilisnya. Antara tahun 2030 - 2050, perubahan iklim diduga akan menyebabkan kenaikan angka kematian sebesar 220 ribu jiwa per tahun akibat malanutrisi, diare, dan udara panas. Pemanasan global Selama lebih dari 50 tahun, aktivitas manusia, terutama pembakaran fosil, seperti batu bara dan minyak bumi, telah melepas sejumlah besar karbon dioksida dan emisi gas lainnya. Gas-gas ini kemudian terperangkap di bawah lapisan atmosfer dan menyebabkan pemanasan global. Dalam 130 tahun terakhir, dunia telah menghangat sekitar 0,85 derajat C. Tiga dekade terakhir ini atau terhitung sejak 1850, bumi menjadi lebih panas dari sebelumnya. Akibatnya, lapisan es bumi mencair, permukaan laut naik, dan pola pr

Bauran Energi 25-25, Strategi Indonesia Hadapi Krisis Energi

bauran energi 2025 Aksi protes pro demokrasi  di berbagai negara Arab menyusul mundurnya presiden Tunisia dan Mesir mengakibatkan harga minyak dunia melesat diatas US $104 per barel . Harga yang relative sulit turun mengingat situasi yang makin memanas. Iran berupaya mengirim kapal-kapal angkatan laut ke kawasan Mediterania dan Pemimpin Libya, Muammar Khadafi memerintahkan mengganggu ekspor minyak Libya dengan menghancurkan pipa ke Mediterania Tertanggal 23 Februari 2011, Libya menyatakan force majeur dan efektif membatalkan kontrak minyak. Padahal Libya merupakan pemilik cadangan minyak terbesar di Afrika sebesar 42 miliar barel dan menjadi produsen ke empat terbesar di Afrika dengan produksi 1,8 juta barel per hari. Sedangkan Bahrain, Yaman, Aljazair, Libya dan Iran - mewakili sepuluh persen dari produksi minyak mentah dunia,” Tanpa tragedy dan ketegangan yang meningkat di Timur Tengah dan Afrika Utara, para  pe