Skip to main content

Siklus Rantai Makanan Buatan




Entah mengapa saya tidak menyukai binatang. Mungkin karena pengalaman tidak menyenangkan semenjak kecil. Misalnya ada ular yang gemar menyambangi rumah kami  yang masih asri di Sukabumi. Sehingga sering dipagi hari kami berteriak-teriak ketakutan karena memergoki ular sedang asyik tidur melingkar di dalam ember.  Atau tentang anjing yang mengancam dengan gigi taring dan gonggongannya. Bahkan kucing yang manis mendapat stigma binatang tak tahu diri karena walau diberi makanan spesial eh tetap loncat ke meja makan untuk mencuri daging ayam.
1346312901565655607
kucing di komunitas @sukamulyaindah (dok. Maria G. Soemitro)
Karena itu walau kucing dianggap binatang unyu-unyu, saya tetap sering terheran-heran melihat pecinta kucing yang rela bela-belain membeli makanan khusus padahal dia sendiri harus berhemat.
Hingga kehebohan itu datang. Dalam rangka bereksperimen mengolah sampah organis, saya mendapat anjuran pak Supardiyono Sobirin agar memanfaatkan  sampah organis sebagai pangan bagi mahluk lain seperti lele, cacing dan kelinci. Sampah organis tidak sekedar dikompos tetapi menjadi bagian mata rantai kehidupan yang berkelanjutan. Contohnya sisa nasi menjadi pakan cacing. Cacing menjadi pakan lele. Setelah beberapa bulan lele dikonsumsi. Sisa mengolah lele di dapur masuk kembali ke kolam lele. Demikian seterusnya sehingga tidak ada sampah sama sekali.
Sayapun mulai memburu data dan informasi mengenai cara pemeliharaan  binatang-binatang tersebut sekaligus mencari orang yang bersedia memeliharanya. Untunglah kebetulan mang Pepen, tukang bangunan yang tinggal  sekitar satu blok dari rumah sedang menganggur. Dia bersedia membuatkan kandang sekaligus memelihara binatang-binatang tersebut.
Langkah berikutnya adalah mencari kelinci. Wuaduh lucu-lucunya mereka. Kali ini benar-benar jatuh hati. Sayangnya sesudah mempelajari lebih jauh ternyata didapat kalkulasi biaya pemeliharaan yang cukup tinggi.
1346313019746514478
kelinci yang membuat jatuh hati (dok. Maria G. Soemitro)
Kelinci harus mendapat tambahan pakan,  tidak bisa hanya sekedar  makanan sisa  olahan dapur. Harus ada supply sayuran atau rumput segar. Wah kalau begini sih sudah masuk kategori peternakan, bukan eksperimen rantai makanan. Pemeliharaan kelinci rupanya cocok untuk peternak berlahan luas atau minimal disekelilingnya ada lahan tak berpenghuni yang penuh rumput liar. Sama sekali tidak cocok untuk daerah urban.
13463132681256670366
nyam…nyammmm (dok. Maria G. Soemitro)
Oke, sesudah mencoret kelinci selanjutnya adalah membeli lele dan cacing lumbricus rubellus. Lele Sangkuriang  dibeli dari tempat budi daya ikan air tawar yaitu Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Cukup ribet, untungnya kolam lele sudah disiapkan mang Pepen dibelakang rumah. Demikian juga kotak-kotak kayu tempat peristirahatan para cacing. Semua kandang dan kolam dibangun di area belakang rumah. Mirip laboratorium hidup ^_^ .

Cacing lumbricus rubellus berhasil saya dapat dari pakar lingkungan, pak Bambang yang sudah bereksperimen sendiri di rumahnya di jalan Sekeloa Bandung. Selain cara memelihara cacing, saya juga mendapat penjelasan tentang hamster. Alternatif  binatang peliharaan  yang tidak membutuhkan pakan sebanyak kelinci.
13463134661104604409
hamster milik pak Bambang (dok. maria G.Soemitro)
Sayang saya tidak bisa memelihara hamster. Takut dimakan tikus.  Rumah saya belum terbebas dari tikus yang sering membuat lubang ke dalam tanah pekarangan depan dan belakang. Dua tahun kemudian barulah didapat solusinya yaitu buah bintaro sebagai pengusir tikus. Langkahnya  mudah saja yaitu menyimpan buah bintaro  pada tempat-tempat favorit tikus, maka tikuspun enggan datang lagi kerumah kita.
Hamster juga  harus mendapat makanan khusus seperti biji bunga matahari, beras merah, kacang hijau, makanan burung perkutut, dan jagung. Jadilah nama hamster dicoret dari daftar “kepingin beli”. Toh niat semula  hanya ingin mencari solusi sampah organis bukan membuat peternakan.
Hasil akhir pembelian dari rumah pak Bambang  adalah 2 kg cacing lumbricus. Maaf tidak saya posting fotonya karena sama sekali tidak unyu-unyu. Hanya tempat tinggalnya saja. Penutup berlubang dipasang untuk mencegah cacing menjadi santapan lezat tikus. Tetapi tidak menutup kemungkinan mereka untuk jalan-jalan keluar seperti yang terjadi  dihari pertama. Mereka keluar dari setiap lubang yang memungkinkan. Sehingga harus disimpan ditanah dan dimasukkan kembali ke kotak.
13463136421856784603
rumah cacing (dok. Maria G. Soemitro)
Ya, mereka kan perlu adaptasi. Demikian juga lele, 10 % - 30 % nya mati. Sesuai hukum seleksi alam. Hanya mahluk hidup yang sanggup beradaptasi akan tetap bertahan hidup.  Walaupun kita sudah menyiapkan rumah baru semirip mungkin dengan rumah aslinya.

Tindakan preventif seperti memasukkan garam ke air , mengecek PH dan temperature kolam hanya serangkaian usaha meminimalisir kematian. Tetapi apabila binatang tersebut lemah ya tetap saja akan mati. Tentu saja dengan berbagai penyebab.
Ribet juga rupanya. Untunglah ini eksperimen rantai makanan,sehingga  lele yang mati bisa  dimasukkan ke dalam komposter agar didapat kompos yang kaya unsur.
Selesai? Belum………….tiba-tiba saya jatuh hati pada burung merpati yang banyak dijual di jalan Surapati.  Eh  bagai gayung bersambut, mang Pepen ikut antusias.. Dia siap memeliharanya. “Mudah berkembang biak”, katanya. Pakan burung merpati dewasapun mudah. Hanya nasi sisa dan dedak.
13463139932145970733
burung merpati (dok. Maria G. Soemitro)
Wah, salah satu bagian dari rantai makanan nih. Maka mang Pepen segera membuat kandang untuk burung merpati. Semula hanya membeli sepasang. Sayang  si betina yang sedang mengerami telur menjadi mangsa tikus.  Akhirnya membeli 2 pasang lagi, karena menurut mang Pepen : “Harus banyak bu, supaya tikusnya takut”.

1346314254519566081
merpati tak pernah ingkar janji (dok. Maria G.Soemitro)
Bagaimana akhir kisah eksperimen siklus rantai makanan ini? Bermula dari mang Pepen yang mengundurkan diri karena mendapat order merenovasi rumah maka bencanapun terjadi. Burung-burung merpati menghilang entah kemana karena saya terlambat memberi  makan.(Gak bisa dikasih uang jajan sih  :P).
Cacing lumbricus habis. Sebagian digunakan untuk umpan memancing oleh anggota komunitas bantaran sungai. Sebagian lagi mati karena orang yang bersedia merawat tidak kunjung saya temukan.
Lelepun bernasib sama. Sebagian yang sudah besar-besar di masukkan ke sungai oleh anggota komunitas untuk dipancing. Sebagian lagi yang masih kecil masih ada di kolam hingga kini. Karena seperti umumnya pertumbuhan mahluk hidup, ada yang kuntet ada yang jangkung alias tinggi. Khusus untuk lele, pertumbuhannya memanjang kali ya bukan meninggi keatas. ^_^
13463145372138641424
kolam lele (dok. Maria G.Soemitro)
Tapi ada pelajaran penting yang saya ambil. Eksperimen rantai makanan tidak sama dengan budi daya/ memelihara binatang pada umumnya. Peternakan memerlukan  perhitungan cermat biaya perawatan dan harga jual sehingga harus membasmi/ menyingkirkan binatang yang dianggap pengganggu.
Sedangkan rantai makanan harus berlangsung alamiah. Tikus dan ular tidak boleh diganggu apalagi dibasmi. Karena mereka merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari siklus kehidupan yang berkelanjutan. Bahkan area tersebut harus kondusif. Misalnya air kolam tidak boleh terlalu sering diganti. Rerumputan harus dibiarkan tumbuh bebas.
13463192101177259650
eh ada kodok ….. (dok. Maria G.Soemitro)
Jadi? Saya menyerah, tidak berani meneruskan eksperimen ini. Ngeri juga membayangkan sedang beraktivitas diarea tersebut eh tiba-tiba muncul ular atau  tikus  sebesar hamster.

Positifnya setiap pagi hari, saya bisa menikmati pemandangan dari atas loteng. Memandangi berbagai burung, capung dan kupu-kupu berdatangan. Hmmmm ternyata tidak usah membeli mereka, tidak usah heboh. Mereka akan berdatangan apabila kondisinya menyenangkan. Apabila lingkungannya menarik  untuk didatangi dan tentu saja: banyak pakan alami disitu.
**Maria G.Soemitro**
sumber gambar : disini

Comments

Popular posts from this blog

Kegenitan Kampus Undip

Sulit mencari ungkapan  tepat untuk mengungkapkan kampus baru Universitas Diponegoro di Tembalang, Semarang Provinsi Jawatengah. Memang ada jargon kampus yaitu kampus keanekaragaman hayati. Pohon-pohon dibiarkan tetap tumbuh demikian pula semak-semak bahkan ada 2 ekor sapi yang mencari rumput di area kampus. Sapi di area kampus? Begitu banyak kampus, baru sekarang penulis melihat sapi merumput dan memamah biak rumputnya dengan santai. Kebetulan hujan sedang turun, apabila tidak bisa dibayangkan ada banyak burung, kupu-kupu, belalang dan beragam serangga lainnya bersenda gurau diantara pepohonan yang asri tersebut. jalan masuk kampus Undip dan beragam bangunan fakultas di kanan kirinya Kampus baru Universitas Diponegoro ini begitu bersolek. Ada patung Diponegoro berkuda menyambut pengunjung. Ada dua gedung kembar di kanan dan kiri jalan menuju area kampus. Bak  pager bagus menyambut kedatangan siapapun yang ingin menikmati keindahan  kampus Undip. Dan tidak seperti kampus

Dampak Pemanasan Global Bagi Kesehatan

Perubahan iklim membawa pengaruh besar terhadap kesehatan manusia, kehidupan sosial, dan lingkungan tempat tinggal kita. Manusia terancam kekurangan air bersih, sumber-sumber makanan, dan tempat tinggal yang layak huni. Demikian kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di dalam rilisnya. Antara tahun 2030 - 2050, perubahan iklim diduga akan menyebabkan kenaikan angka kematian sebesar 220 ribu jiwa per tahun akibat malanutrisi, diare, dan udara panas. Pemanasan global Selama lebih dari 50 tahun, aktivitas manusia, terutama pembakaran fosil, seperti batu bara dan minyak bumi, telah melepas sejumlah besar karbon dioksida dan emisi gas lainnya. Gas-gas ini kemudian terperangkap di bawah lapisan atmosfer dan menyebabkan pemanasan global. Dalam 130 tahun terakhir, dunia telah menghangat sekitar 0,85 derajat C. Tiga dekade terakhir ini atau terhitung sejak 1850, bumi menjadi lebih panas dari sebelumnya. Akibatnya, lapisan es bumi mencair, permukaan laut naik, dan pola pr

Bauran Energi 25-25, Strategi Indonesia Hadapi Krisis Energi

bauran energi 2025 Aksi protes pro demokrasi  di berbagai negara Arab menyusul mundurnya presiden Tunisia dan Mesir mengakibatkan harga minyak dunia melesat diatas US $104 per barel . Harga yang relative sulit turun mengingat situasi yang makin memanas. Iran berupaya mengirim kapal-kapal angkatan laut ke kawasan Mediterania dan Pemimpin Libya, Muammar Khadafi memerintahkan mengganggu ekspor minyak Libya dengan menghancurkan pipa ke Mediterania Tertanggal 23 Februari 2011, Libya menyatakan force majeur dan efektif membatalkan kontrak minyak. Padahal Libya merupakan pemilik cadangan minyak terbesar di Afrika sebesar 42 miliar barel dan menjadi produsen ke empat terbesar di Afrika dengan produksi 1,8 juta barel per hari. Sedangkan Bahrain, Yaman, Aljazair, Libya dan Iran - mewakili sepuluh persen dari produksi minyak mentah dunia,” Tanpa tragedy dan ketegangan yang meningkat di Timur Tengah dan Afrika Utara, para  pe