sumber: nauka.offnews.bg |
Seperti
halnya global warming, menipisnya lapisan ozon masih menjadi kontroversi. Namun
yang pasti manusia merasakan perubahan cuaca yang semakin tidak menetu.
Penyakit ‘baru’ bermunculan. Menyerang manusia, hewan dan tumbuhan. Akibatnya
hasil pertanian menjadi sulit dikendalikan. Perekonomian terganggu.
Penyebab
situasi runyam acap timbul karena ulah manusia. Tak terelakkan. Industri selalu
mencari celah bagi kenyamanan hidup manusia. Menawarkan solusi instan dan mudah. Contohnya gangguan nyamuk. Tak
perlu lagi mencari minyak lavender, cukup ambil kaleng aerosol untuk menyemprot
nyamuk dan kecoa, selesailah urusan.
Namun
selalu ada harga yang harus dibayar demi kenikmatan hidup. Salah satunya penggunaan propelan chlorofluorokarbon (CFC) pada kaleng semprot. Walau jumlahnya
relatif kecil di atmosfer (kurang dari 0,000001%), 'efek rumah
kaca'yang dimiliki CFC sekitar 10.000 kali dibandingkan dengan karbon
dioksida (CO2). Tak heran, CFC termasuk ke dalam Bahan Perusak Ozon (BPO), yang
direkomendasikan untuk dikendalikan produksinya sebagai wujud kesepakatan
Protokol Montreal pada tahun 1987.
Sepuluh tahun kemudian, tepatnya tahun 1997, Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan tanggal 16 September sebagai International Ozone
Day, sesuai dengan waktu penandatanganan Protokol Montreal. Dengan tujuan
mengajak masyarakat internasional untuk peduli terhadap lapisan perisai bumi
ini.
Kerusakan lapisan
ozon terdeteksi pertama kali pada
pertengahan tahun 1974, ketika para ahli dan peneliti dari Inggris yaitu
British Antarctic Survey (BAS) mengumumkan lapisan ozon di atas Halley Bay,
Antartika, menunjukkan adanya penipisan drastis akibat reaksi kimia klorin dan
nitrogen. Dalam observasi tersebut tercatat bahwa penipisan yang terjadi
mencapai sekitar 30-40 persen dalam satu dekade.
Apa yang terjadi
jika lapisan ozon menipis. Kejadian buruk pastinya. Bumi dan seisinya akan terkena radiasi ultraviolet (UV). Tidak hanya
bercak-bercak kehitaman seperti yang ditakuti para perempuan tapi juga
timbulnya ruam, penuaan dini dan kanker kulit.
UV effect (source : http://www.noubelize.gov.bz) |
Juga kekebalan tubuh (imunosupresi) akan
melemah sehingga tidak bisa menangkis serangan virus dan bakteri seefektif
sebelumnya. Selain itu juga akan terjadi peningkatan katarak, kebutaan dan
penyakit mata lainnya.
Tanaman dan
sayuranpun akan mengalami gangguan jika terpapar radiasi UV yang berlebihan.
Beras, gandum, wortel, kacang-kacangan dan sayuran seperti brokoli rentan
terhadapp radiasi UV. Akan terjadi
penurunan proses pembenihan, pertumbuhan, pembungaan dan fotosintesis. Bisa
ditebak kelanjutannya jika fotosistesis terganggu. Tentu saja supply oksigen
bagi manusia akan terganggu pula.
Kehidupan hewan di
darat dan di laut ikut terancam. Plankton yang termasuk rantai makanan
kehidupan laut, sangat rentan terhadap radiasi UV. Populasi laut menjadi kacau.
Peningkatan radiasi UV membuat hewan menderita seperti halnya manusia. Terlebih
mahluk hidup di daerah kutub.
Tidak hanya mahluk
hidup, benda mati seperti kayu, plastik,
kain dan karet akan terdegradasi lebih cepat. Hal ini membuat perekonomian
kacau karena kalkulasi umur barang tidak akurat lagi.
Walaupun terjadi
polemik apakah letusan gunung berapi ikut menyumbang menipisnya ozon atau
tidak, umumnya ahli sepakat bahwa unsur Klorin (CL) termasuk salah satu zat utama yang turut bertanggung
jawab. Dikenal sebagai zat CFC (Chlorofluorocarbon, unsur ini
secara luas digunakan sebagai cairan pendingin (refrigerant) pada freezer,
lemari es, AC ruangan, dan mesin pendingin lainnya, kaleng semprot untuk
pengharum ruangan, penyemprot rambut atau parfum, bahan pelarut, busa
pengembang.
Selain
CFC, bahan perusak ozon (BPO) yang juga bertanggung
jawab terhadap perusakan ozon adalah nitrogen
oksida (N2O). Merupakan hasil sampingan dari proses pembakaran, misalnya emisi
pesawat terbang dan halon (digunakan dalam cairan pemadam kebakaran), methyl
bromide, carbon tetrachloride, dan methyl chloroform.
Penilaian kemampuan BPO merusak lapisan ozon secara disebut Ozone
Depleting Potential (ODP). Nilai ODP dari beberapa bahan ODS biasanya
dibandingkan relatif terhadap dampak kerusakan yang ditimbulkan CFC. Semakin
besar nilai ODP bahan-bahan tersebut semakin berpotensi untuk merusak lapisan
ozon. Di udara, zat ODS tersebut terdegradasi dengan sangat lambat. (sumber)
Setelah 20 tahun, bagaimana perkembangannya? Peneliti asal Amerika
Serikat, Susan Solomon mengungkapkan bahwa penipisan lapisan ozon di Antartika
mulai pulih.
"Pemulihan
total mungkin tidak akan tercapai hingga tahun 2050 atau 2060 namun kita mulai
melihat di September lubang ozon sudah tidak separah sebelumnya. “
Beda
pendapat dengan Susan Solomon, Dr Paul Newman dari NASA justu menyatakan
sebaliknya. (sumber)
Namun
satu hal yang pasti, masyarakat kurang mendapat sosialisasi mengenai BPO
dan langkah-langkah agar lapisan ozon tidak semakin menipis. Pengguna produk beraerosol
tidak peduli menggunakan CFC atau propelan lain. Pembeli yang akan membeli
lemari es tidak paham non CFC yang tertulis dalam spesifikasinya. Dan bahkan
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Nur Masripatin mengatakan:
. "Negara maju sudah meninggalkan segala hall yang dapat menciptakan
gas rumah kaca. Sedangkan negara berkembang butuh waktu lebih lama," (sumber)
Ya jika sosialisasinya aja ngga ada, kapan terlaksana?
Comments
Post a Comment