I. PENDAHULUAN
Indonesia menjadi salah satu negara yang menyepakati Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change)
dalam KTT Bumi Rio de Janeiro tahun 1992. Sebagai tindak lanjut,
Indonesia menerbitkan UU No.6 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Konvensi
Perubahan Iklim yang berisikan 3 (tiga) hal utama, yakni : (1)
Tercapainya stabilitas konsentrasi emisi Gas Rumah Kaca pada tingkat
yang aman; (2) adanya tanggung jawab bersama sesuai kemampuan (common but differentiated responsibilities); dan (3) Negara maju akan membantu negara berkembang (pendanaan, asuransi dan alih teknologi). Kedua milestone
di atas memberikan dasar pentingnya perubahan iklim menjadi salah satu
pertimbangan dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan pembangunan
nasional dan daerah di berbagai sektor, termasuk bidang pekerjaan umum.
Indonesia memiliki komitmen dalam berpartisipasi aktif dalam upaya
global untuk mitigasi dan adaptasi fenomena perubahan iklim ini.
Wujudnya antara lain keikutsertaannya dalam meratifikasi ProtokolKyoto
pada tahun 1998 melalui Undang-undang No. 17 tahun 2004 dimana
pencantuman komitmen untuk meningkatkan kapasitas nasional dalam
beradaptasi terhadap perubahan iklim yang terjadi di semua aspek
pembangunan (kebijakan pembangunan nasional jangka menengah pasal 32).
Selain itu pula pada akhir tahun 2007 tepatnya pada tanggal 13 – 15
Desember 2007 Indonesia menempatkan diri sebagai tuan rumah Konferensi
International/ Conferences of Parties (COP) ke 13 di Nusa Dua, Bali. Selanjutnya pada tahun 2008, diadakan pertemuan Conference of the Parties 14 to the United
Nations Framework Convention on the Climate Changes (COP-14,
UNFCCC) pada tanggal 1 – 12 Desember 2008 yang diselenggarakan di Kota
Poznan, Polandia. Pertemuan UNFCC di Poznan – Polandia terdiri dari
beberapa pertemuan yang berlangsung secara seri dan paralel yaitu
pertemuan COP-14 (Conference of Parties – 14), CMP – 4 (Conference of the Parties Serving as a Meeting of the Parties – 4), SBSTA – 29 (Subsidiary Body for Scientific and Technological Advive – 29), SBI – 29 (Subsidiary Body for Implementation – 29), AWG – KP 6 (Ad Hoc Working Group on Further Commitments for Annex I Parties Under the Convention 4).
Salah satu agenda pertemuan SBSTA dan AWG KP yang penting bagi keikutsertaan Ditjen. Penataan Ruang menjadi Delegasi RI adalah Reducing Emissions from Deforestation In Developing Countries (REDD) dan Land Use, Land Use Change and Forestry (LULUCF). Materi pembahasan yang disampaikan adalah (1) Reducing Emission from Deforestation in Developing Countries; (2) Climate Change Financial Mechanism; (3) Sectoral Approach; dan (4) Shared Vision
untuk berbagai skenario pengurangan emisi karbon. Pada paparan Materi
REDD yang disampaikan oleh Departemen Kehutanan dibahas beberapa isu,
salah satunya adalah Land Use, Land Use Change and Forestry yang menyangkut banyak sektor, termasuk sektor Penataan Ruang.
Beberapa catatan penting dari hasil pertemuan COP-14, UNFCCC di Poznan, Polandia adalah :
- Pertemuan Conference of the Parties ke-15 akan diselenggarakan di Kota Copenhagen, Denmark pada bulan Desember 2009
- Perlu pengembangan atau penyusunan NSPM sebagai guideline untuk kegiatan tindak lanjut hasil COP-14, Poznan, Polandia.
- Akan dibentuk ”Adaptation Centre”, diusulkan supaya berada di Indonesia. Karena Indonesia berada pada jalur ”Ring of Fire” dan Formasi Geologi (carbon capture) yang tidak menguntungkan, dan rentan terhadap banjir, kekeringan, kebakaran hutan, longsor dan kenaikan muka air laut, serta air pasang (rob).
- Akan ada pertemuan ”Joint Submission” pada bulan Maret 2009 terkait REDD dan LULUCF dan deklarasi bersama pada level Menteri.
- Perlu instrumen Citra Satelit Resolusi Tinggi untuk kegiatan monitoring deforestasi dan alih fungsi lahan, serta pemetaan zonasi.
Salah satu bidang pekerjaan umum yang memegang peranan penting dalam upaya mengatasi perubahan iklim adalah penataan ruang. Penataan ruang merupakan pendekatan dalam pengembangan wilayah untuk mengatur pemanfaatan ruang serta sumber daya alam dan buatan bagi aktivitas manusia. Keberhasilan penerapan pendekatan penataan ruang diyakini akan
mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
Dengan kata lain, secara menyeluruh, penataan ruang merupakan instrumen
untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, dimana rencana tata ruang
merupakan terjemahan dari kebijakan dan strategi pembangunan nasional di
dalam “ruang” (spatial). Dalam konteks ini, penataan ruang harus
mampu mengarahkan pengembangan wilayah yang berkelnajutan yang antara
lain dicirikan oleh penurunan emisi gas buang serta terjaganya jumlah
dan stabilitas sediaan sumber daya air. Dengan demikian upaya
pengembangan wilayah dapat mencapai tujuan untuk mensejahterakan
masyarakat tanpa harus mengorbankan kualitas lingkungan hidup.
I. DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
Perubahan iklim dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) fenomena berikut :
- Meningkatnya temperatur udara;
- Meningkatnya curah hujan;
- Kenaikan muka air laut (sea level rise);
- Meningkatnya intensitas kejadian ekstrim yang di antaranya adalah :
- Meningkatnya intensitas curah hujan pada musim basah (extreme rainfall)
- Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir (extreme flood)
- Berkurangnya curah hujan dan debit sungai pada musim kemarau serta bertambah panjangnya periode musim kering (drought)
- Meningkatnya temperatur yang diikuti gelombang panas (head waves)
- Menurunnya kualitas air pada musim kemarau
- Meningkatnya intensitas dan frekuensi badai (tropical cyclone)
- Meningkatnya tinggi gelombang dan abrasi pantai, dan
- Meningkatnya intrusi air laut.
Di Indonesia, konstribusi terbesar terhadap semakin
meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) adalah tingginya laju
kerusakan hutan, termasuk perubahan tata guna lahannya. Selain itu
konstribusi lainnya terhadap meningkatnya konsentrasi GRK adalah
pemanfaatan energi fosil (seperti batu bara, minyak bumi dan gas alam),
praktek pengelolaan pertanian dan peternakan (seperti penggunaan pupuk
kimia, sawah dibiarkan tergenang, pembakaran hutan dan sabana untuk
lahan pertanian/perladangan dan perkebunan, serta kotoran hewan ternak
yang dibiarkan membusuk), serta meningkatnya sampah terutama di
perkotaan, yang merupakan limbah rumah tangga dan industri.
Bencana yang akan dialami oleh penduduk Indonesia sebagai akibat
dari fenomena perubahan iklim, antara lain (BPLHD Provinsi Jawa Barat) :
- Krisis air bersih perkotaan yang saat ini sebenarnya sudah mulai dialami, khususnya di Jakarta. Hal ini disebabkan terutama karena adanya perubahan pola curah hujan sebagai salah satu dampak dari perubahan iklim, dimana frekuensi curah hujan menjadi sangat tidak menentu. Sehingga persediaan air tanah, khususnya di Jakarta, semakin menipis. Selain itu kenaikan permukaan air laut juga menjadi salah satu penyebab terjadinya krisis air bersih. Intrusi air laut yang semakin meluas, akan semakin memperburuk kondisi air tanah di perkotaan. Hal ini menyebabkan penduduk Jakarta tidak lagi dapat bergantung pada air tanah sebagai sumber air bersih.
- Kerawanan pangan sebagai akibat dari menurunnya produktivitas pertanian. Perubahan suhu dan pola hujan akan mengurangi produktivitas pertanian. Naiknya curah hujan akan mempercepat erosi tanah, sehingga mengurangi hasil dari tanaman dataran tinggi. Selain itu musim kemarau panjang dan banjir juga menjadi penyebab utama terjadinya gagal panen. Jika pemerintah tidak melakukan tindakan pencegahan, maka diperkirakan akan terjadi penurunan produksi beras sebesar 1% tiap tahunnya.Meningkatnya frekuensi penyakit yang ditularkan oleh nyamuk. Sebuah model analisis penyakit menular men
- unjukkan bahwa kasus malaria di Indonesia akan meningkat dari 2,705 kasus di tahun 1989 menjadi 3,246 kasus di tahun 2070. Sementara kasus demam berdarah akan meningkat lebih dari 4 kali, yaitu dari 6 kasus menjadi 26 kasus per 10,000 orang.
- Perubahan pola curah hujan (presipitasi) yang sangat signifikan, hal ini akan menyebabkan sebagian bumi menjadi lebih basah dan sebagian lainnya menjadi lebih kering. Perubahan pola curah hujan akan mempengaruhi jumlah air yang bisa diserap oleh bumi. Hal ini disebabkan karena curah hujan akan semakin tinggi yang akan menyebabkan naiknya debit banjir dan air permukaan. Otomatis hal ini akan mengurangi kemampuan air untuk menyerap kedalam tanah, sehingga banjir akan lebih sering terjadi.
- Meningkatnya permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub akibat meningkatnya suhu di permukaan bumi akan meningkatkan volume air laut secara global. Hal ini akan sangat berdampak pada negara-negara kepulauan dan negara yang terletak di pesisir pantai. Pada tahun 2070, di Indonesia akan terjadi kenaikan permukaan air laut setinggi 60 cm. Bagi penduduk daerah pantai, ini menjadi ancaman bagi seluruh aspek kehidupan. Tempat tinggal mereka terancam banjir, sementara penghasilan mereka (baik sebagai nelayan maupun dari sektor pariwisata) terancam oleh perubahan gelombang pasang. Naiknya permukaan air laut bukan hanya memperngaruhi mereka yang tinggal di tepi pantai, melainkan juga bagi mereka di kota – khususnya kota Jakarta.
- Rusaknya infrastruktur daerah tepi pantai. Indonesia akan kehilangan sekitar 1.000 okm jalan dan 5 pelabuhan lautnya akibat kenaikan muka air laut. Selain itu infrastruktur lain disekeliling pantai perlu direhabilitasi dan ditinggikan. Semua ini diperkirakan akan mengambil biaya 42 milyar rupiah setiap tahunnya. Belum lagi ditambah kerugian dalam sektor pariwisata sebesar 4 milyar rupiah pertahun.
- Beberapa jenis keanekaragaman hayati terancam punah akibat perubahan iklim. Pergerakan zona iklim akan menyebabkan perubahan pada komposisi dan penyebaran geografis ekosistem. Setiap individu harus beradaptasi pada perubahan yang terjadi, sementara habitatnya akan terdegradasi. Spesies yang tidak dapat beradaptasi akan punah.
- Perubahan iklim juga menyebabkan matinya terumbu-terumbu karang akibat adanya peningkatan temperatur laut walau hanya sebesar 2-3°C. Peningkatan temperatur akan menyebabkan alga yang tumbuh pada terumbu karang akan mati. Matinya alga yang merupakan makanan dan pemberi warna pada terumbu karang, pada akhirnya juga akan menyebabkan matinya terumbu karang sehingga warnanya berubah menjadi putih.
II. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM BIDANG PEKERJAAN UMUM DALAM UPAYA MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM
Dalam rangka mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim, Kebijakan Umum Bidang Pekerjaan Umum meliputi :
- Meningkatkan penyelenggaraan penataan ruang nasional dan daerah yang aman (dari ancaman bencana), nyaman (kualitas lingkungan yang baik), produktif (dalam mendukung kegiatan sosial-ekonomi) dan berkelanjutan (untuk kebutuhan masa kini dan masa mendatang).
- Meningkatkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana sumber daya air dalam rangka memantapkan ketahanan pangan nasional dan mengurangi kerentanan terhadap risiko bencana banjir, longsor dan kekeringan.
- Meningkatkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana permukiman pada kawasan perkotaan dan perdesaan yang bertujuan untuk mengurangi kerentanan terhadap risiko banjir/ genangan serta krisis air bersih dan sanitasi.
- Meningkatkan kualitas pelayanan sarana dan prasarana jalan yang
mampu memenuhi kebutuhan sosial-ekonomi masyarakat dalam hal mobilitas
yang lebih efisien (mengurangi emisi gas rumah kaca dan sektor
transportasi). Berkaitan dengan perubahan-perubahan iklim maka upaya-upaya pembangunan yang dilakukan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok besar, yaitu upaya mitigasi dan upaya adaptasi :
- Upaya Mitigasi bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penyerapan karbon dan pengurangan emisi gas-gas rumah kaca (GRK) ke atmosfer yang berpotensi menipiskan lapisan ozon. Untuk itu, upaya mitigasi terutama difokuskan untuk 2 (dua) sektor, yaitu : (1) sektor kehutanan sebagai sumber mekanisme carbon sink (pemeliharaan hutan berkelanjutan, pencegahan deforstasi dan degradasi hutan, pencegahan illegal logging, pencegahan kebakaran hutan dan lahan); serta (2) sektor energi untuk mengurangi emisi GRK yang berasal dari pembangkitan energi, transportasi, industri, perkotaan dan lahan gambut.
- Upaya Adaptasi merupakan tindakan penyesuaian sistem alam dan sosial untuk menghadapi dampak negatif dari perubahan iklim. Namun upaya tersebut akan sulit memberikan manfaat secara efektif apabila laju perubahan iklim melebihi kemampuan beradaptasi. Upaya ini bertujuan untuk : (1) mengurangi kerentanan sosial-ekonomi dan lingkungan yang bersumber dari perubahan iklim, (2) meningkatkan daya tahan (resilience) masyarakat dan ekosistem, sekaligus (3) meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (mengentaskan kemiskinan).
Beberapa langkah strategis yang harus dilakukan oleh bidang Pekerjaan Umum dalam melakukan mitigasi bidang Penataan Ruang terhadap dampak perubahan iklim, antara lain :
- Mendorong perwujudan 30 % dari luas wilayah kota untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam rangka pengendalian iklim mikro, serta pengalokasian lahan parkir air dan resapan;
- Mendorong perwujudan 30 % dari luas Daerah aliran Sungai (DAS) untuk hutan lindung dan kawasan konsrvasi dalam rangka pengendalian fungsi ekosistem;
- Mengarahkan pembentukan struktur dan pola ruang kawasan perkotaan yang lebih efisien (menghindari terjadinya urban/sub-urban sprawling);
- Menorong pemanfaatan transportasi publik untuk mendukung kebutuhan pergerakan orang dan barang/jasa/logistik yang dituangkan dalam produk-produk RTRW.
- Sedangkan langkah strategis yang harus dilakukan oleh bidang Pekerjaan Umum dalam melakukan adaptasi bidang Penataan Ruang terhadap dampak perubahan iklim, antara lain:
- Mengendalikan terjadinya urbanisasi masif (termasuk industrialisasi) dan migrasi dari kawasan perdesaan ke kawasan perkotaan;
- Mengendalikan pertumbuhan kota-kota besar yang berada pada kawasan rawan bencana iklim (tsunami, kenaikan muka air laut, banjir repetitif, serangan angin topan/siklon, dsb);
- Meningkatkan kapasitas adaptasi kota/kabupaten/kawasan dengan mengutamakan kearifan lokal
DAFTAR PUSTAKA
Bacon, Robert W., and Bhattacharya, Soma., Growth and Co2 Emissions, How Do Different Countries Fare ?, The World Bank Environment Department, November 2007. Bappenas, National Development Planning Respons to Climate Change, 2007 Collingwood Environmental Planning and Land Use Consultants, Climate Change Mitigation and Adaptation Implementation Plan, 2006 Departemen Kehutanan Republk Indonesia, Indonesia Menanam, 2006 Departemen Pekerjaan Umum, Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-MAPI) Bidang pekerjaan Umum, 2008 Department of Environment Food and Rural Affairs, New Science for Managing Climate Risks, Met Office Hadley Centre Federal Ministry for Economic Cooperation and Development, Reducing Emissions for Deforestation in Developing Countries, gtz - Climate Protection Programme, Afrepren/FWD, April 2007 Federal Ministry for Economic Cooperation and Development, Successful Energy Policy Interventions in Africa,
gtz – Partner for the Future Worlwide, Afrepren/FWD, July 2007 Garg,
Amit., Han, Wha Jin., Hwang, Jin Hwan., Kim, Jung Eun., and Halsnaes,
Kristen., From Vulnerability to Resilience : The Challenge of Adaptation to Climate Change, Korea Envirenment Institute, Desember 2007. Herawati, Hety., dan Santoso, Heru., Tantangan
Kebijakan dan Keilmuan “Adaptasi terhadap Bahaya Gerakan Tanah di masa
yang akan datang Akibat Pengaruh Perubahan Iklim”, Laporan Pertemuan
Dialog Pertama Gerakan Tanah dan Perubahan Iklim Pengarus-utamaan
Adaptasi Perubahan Iklim ke dalam Agenda Pembangunan, CIFOR,
Bogor-Indonesia, 7-8 Desember 2006 Hidayati, Rini., Masalah Perubahan Iklim Di Indonesia Beberapa Contoh Kasus.
Makalah Falsafah Sains, Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor, November 2001 Kelompok Kerja Pemanasan Global dari Para Promotor
KPKC, Pemanasan Global Dan Perubahan Iklim Keutuhan Ciptaan Tantangan Bagi Kaum Religius Masa Kini, Maret 2002. Kurniawan, Diki., Pengurangan Hutan Pemicu Perubahan, KKI WARSI,23 Desember 2007 Masripatin, Nur., Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Negara Berkembang, Departemen Kehutanan, Desember 2007 Ratag, Mezak A., Indonesian Country Report on Climate Variability and Climate Changes, and Their Implication in Indonesia,
Indonesia Mateorological & Geophysical Agency (BMG), UNDP Slide
Event, Denpasar-Bali, 8 Desember 2007 Sari, Intan Purnama., Indonesia Harus Waspada : Dampak Perubahan Iklim Sudah di Depan Mata, Gray Literature from JKPKJPLH / 2002-10-14, Yayasan Pelangi Indonesia Susandi, Armi., Jakarta Tergenang Akibat Perubahan Iklim, Selasa, 10 Juni 2008 United Nations Development Programme Indonesia, The Other Half Of Climate Change Why Indonesia Must Adapt To Protect Its Poorest People, 2007World Meteorological Organization and United Nations Environment Programme, Climate Change 2007, Mitigation of Climate Change,
Working Group II Contribution to the Fourth Assessment, Report of the
Intergovernmental Panel on Climate Change, Summary for Policymakers and
Technical Summary, 2007.\
sumber:
http://penataanruang.pu.go.id/bulletin/index.asp?mod=_fullart&idart=147
UPAYA ANTISIPATIF PERUBAHAN IKLIM
DARI BIDANG PENATAAN RUANG
(Catatan dari Poznan – Polandia, 1 – 12 Desember 2008)
Oleh : Ir. Andi Renald Riandi, MT
Kasi Pembinaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Dit. Taruwil II, Ditjen. Penataan Ruang
Comments
Post a Comment