Memahami sebuah konsep sederhana bukan berarti mudah mengaplikasikannya. Itulah yang terjadi pada Bandung Berkebun. Berawal dari ide Ridwan Kamil tentangIndonesia Berkebun yang telah dilaksanakan di kota Jakarta dan kota besar lainnya. Bandung Berkebun berpegang pada 3 ketentuan yang harus diterapkan yaitu :
1. Ekologi
2. Edukasi
3. Ekonomi
Tidak hanya itu, pendekatanpun perlu dilakukan terhadap warga karena diharapkan mereka mendapat manfaat secara langsung dan ikut berpartisipasi merawat kebun. Selain warga, anak-anak sekolah menjadi prioritas karena tidak banyak sekolah yang mampu menyediakan fasilitas agar anak didiknya mendapat pendidikan lingkungan hidup dengan menyenangkan.
Lahan pertama yang dipinjamkan terletak di jalan Sukamulya Indah 6/5 Bandung, suatu kawasan urban kota dimana penduduk urban menempati area cukup luas. Sekitar 500 meter persegi perkeluarga. Sedangkan penduduk pribumi tinggal berdesak-desakan, terkadang dalam rumah ukuran 30 meter persegi tinggal untuk 3 keluarga. MCK? Diluar rumah, bersama keluarga lainnya karena listrikpun dibayar patungan.
Karena itu mengajak mereka merasakan “sensasi berkebun” merupakan pilihan yang bijak. Suasana guyub diharapkan tercipta setelah terjadi interaksi secara intens antara penduduk pribumi dan penduduk pendatang (urban). Halmana sering dikesampingkan oleh proyek-proyek pemerintah. Penduduk setempat sering terabaikan, lupa ditanya apa yang dibutuhkan. Atau bahkan ditanya apakah mereka bisa berkontribusi? Kalau ya, kemampuan apakah yang mereka punya?
Lahan seluas 500 meter persegi yang telah selesai diolah dan diberi pupuk organik pada tanggal Sabtu, 14 Mei 2011 mempunyai keunikan tersendiri. Bersebelahan dengan perumahan penduduk asli (pribumi) ternyata halaman belakang lahan menjadi tempat sampah yang apabila dibiarkan berubah menjadi TPA. Bagaimana tidak, mayoritas sampah adalah plastik dan styrofoam yang entah sampai kapan akan hancur dari muka bumi. Sehingga sebagian ada yang dibakar. Akibatnya? Racun dioksin dan furan menyergap masuk kesetiap rumah di kawasan bersampah tersebut.
Solusinya? Diharapkan dapat terselesaikan dengan berlangsungnya program Bandung Berkebun. Ibarat sekali merangkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Lahan dibuka dan ditanami dengan tujuan memberi ruang berkebun dan berolah raga. Silaturahmi terjalin antara penduduk asli, pendatang bahkan partisipan umum dari luar pemukiman tersebut. Selain itu memberikan manfaat yang mendasar yaitu :
- Edukasi, peserta belajar cara menanam yang benar. Tidak bergantung pupuk kimia sehingga menanam sayuran di pekarangan sendiripun (house farming) bisa dilakukan. Peserta juga dapat belajar mengompos. Rumput bekas menyiangi lahan dimasukkan ke komposter komunal untuk diproses menjadi kompos bagi lahan berikutnya. Ke dalam komposter komunal ditambahkan mol (mikro organisme local) selain pupuk kandang. Juga belajar menabung air dalam lubang resapan biopori (LRB) dimana pori pori berbentuk lubang terbentuk oleh ativitas fauna tanah.
- Ekologi, terbentuk dengan sendirinya ketika aktivitas menanam yang tidak menggunakan pupuk kimia dan pestida dilakukan. Berbagai macam kupu-kupu, capung akan beterbangan disekitar tanaman. Juga belalang yang senang mecicipi rasa daun hingga sayuran bolong-bolong. Dan tentu saja siput dan cacing akan hidup nyaman serta memperkaya lahan tersebut.
- Ekonomi, didapat dari hasil akhir atau hasil panen. Seberapa banyak hasil panen sebetulnya bukan menjadi tujuan utama program ini. Khususnya karena ini program perdana Bandung Berkebun dimana kemungkinan gagal selalu ada. Proses lah yang terpenting karena selama ini penduduk urban terbiasa mendapati sayuran dalam bentuk masakan atau sudah terikat bersih dan rapi di supermarket maupun pasar tradisional. Proses berliku hanya diketahui dari berita di surat kabar, televisi atau internet. Karena itu kegagalan hasil panen merupakan poin berharga tersendiri dalam mengetahui seluk beluk berkebun.
Seperti ditulis di atas, lahan disamping Bandung Berkebun yang akan dibuka merupakan lahan tempat membuang sampah. Karena itu tugas tambahan untuk Bandung Berkebun edisi perdana ini adalah menjadi fasilitator penduduk setempat untuk mendapatkan solusi pembuangan sampah. Penduduk yang tidak tahu akan bahayanya sampah anorganik diharapkan mendapat tambahan ilmu sehingga tidak sembarangan membuang sampah lagi.
Tidak hanya di lahan kosong tetapi juga mencegah diri untuk tidak membuang sampah di tempat umum. Selain itu lahan samping tempat pembuangan sampah merupakan lahan curam yang sewaktu-waktu bisa longsor menimpa perumahan baru di depannya. Diharapkan hasil musyawarah antar penduduk nanti diperoleh kata sepakat untuk menanami lahan curam dengan tanaman bambu demi keselamatan keluarga mereka.
Comments
Post a Comment