Skip to main content

Stop Menerbangkan Burung Untuk Seremonial!


1342990744730596959
200 ekor burung pipit mati (dok. Endy Sulistiawan)
Untuk memperingati Hari Koperasi 2012, pemerintah provinsi Jabar menyelenggarakanCooperative Fair  di lapangan Gasibu Bandung pada tanggal 14 Juli 2012 dimana direncanakan ada sesi penerbangan 200 ekor burung pipit kealam bebas. Apa relevansi seremonial dilepaskannya burung dari sangkar dengan Hari Koperasi ? Entahlah, yang jelas ke-200 ekor burung pipit tersebut mati sia-sia.

Ada banyak alasan mengapa panitia memilih menerbangkan burung pipit. Tetapi alasan yang masuk akal adalah latah isu lingkungan. Mungkin panitia membayangkan akan keindahan burung-burung yang beterbangan seperti benda semisal balon-balon yang diterbangkan pada setiap acara seremonial.

Panitia menafikan bahwa ke 200 burung pipit tersebut bernyawa. Mereka bukan benda sehingga ketika dilepaskan pada lingkungan asing mereka harus beradaptasi. Mereka akan celingukan bingung!

Layak dipertimbangkan pernyataan Nadia Rahma Yusnita dari bird conservation society (Bicons ) yang menyesalkan kejadian  tersebut dan menduga latahnya panitia karena tidak dibekali pemahaman yang cukup sehingga:
  • Sambil menunggu giliran dilepaskan ke alam bebas, ke-200  burung pipit tersebut dijejalkan dalam satu kandang kecil sehingga kekurangan oksigen.

  • Jam karetnya pejabat yang direncanakan membuka acara pada pukul 08.00 pagi tapi ternyata baru terlaksana pukul 11.00 WIB menyebabkan ke-200 burung kepanasan dan mati.
Harusnya kejadian ini menjadi pelajaran berharga untuk semua pihak. Sehingga tak luput dari pemberitaan  media mainstream yang jeli meliput. Sayangnya hingga tulisan ini diposting tanggal 23 Juli 2012, hanya Endy Sulistiawan, aktifis lingkungan hidup dari Yayasan Kontak Bandung yang mengunggah foto  tersebut di Berita Foto Kompas.com.
13429924891617956167
melalui seleksi alam, burung pipit bisa hidup diperkotaan
Sedangkan yang lainnya? Senyap! Mungkin karena seperti masyarakat awam umumnya yang memandang bahwa burung-burung tersebut hanya sekedar objek. Hanya sekedar bagian seremonial. Nyawanya ngga penting!

Padahal apabila mau dicermati, langkah panitia sudah salah semenjak awal. Tidak hanya acara pelepasan burung yang nggak nyambung dengan Hari Koperasi 2012. Tetapi juga salah memilih jenis burung. Apabila burung-burung ini dilepaskan , akan makan apa mereka? Karena daerah perkotaan bukanlah habitat para burung pemakan biji-bijian ini. Dilain pihak harga urband bird memang mahal, tapi bukan berarti harus menggantinya dengan yang murah.
Sudah seharusnya merubah cara pandang. Burung pipit bukan sekedar mahluk tak dikehendaki  karena hanya mematuk padi disawah sehingga diperlukan orang-orangan sawah untuk mengusirnya.  Tetapi mereka adalah bagian ekosistem yang diperlukan untuk lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Burung pipit dan berbagai fauna lainnya akan datang, menjadi bagian ekosistem apabila lingkungan hidup yang ada cukup kondusif. Mereka bahkan bisa mencari makan di antara sampah yang menumpuk. Tetapi keberadaannya tidak serta merta. Harus ada proses. Sebagian dari mereka akan mati. Sebagian lagi berkembang biak dalam lingkungan hidup  penuh polutan.

Bisa dibayangkan burung pipit sebagai bagian seremonial dilepaskan begitu saja. Tanpa mau tahu bahwa “dunia kejam” menunggu. Dunia yang siap memangsa dan menyebabkan mereka mati. Sehingga kalaupun tidak mati dalam kandang, mereka akan berhadapan dengan kehidupan yang siap memangsa nyawa. Mulai dari kebingungan mencari makan, adanya predator hingga kebutuhan akan “rumah” yang nyaman.

Karena itu sudah waktunya untuk menghentikan kebiasaan melepaskan burung pada acara seremonial. Mereka adalah mahluk bernyawa ciptaan Tuhan yang harus dihargai setiap tarikan nafasnya. Membiarkan peristiwa ini berlalu begitu saja sama biadabnya dengan pembantaian mahluk bernyawa lainnya. Mati karena keteledoran.

Peristiwa  yang sama tidak boleh terulang. Khusus bagi panitia penyelenggara, harus ada teguran dan peringatan. Mereka tidak berhak menyabut nyawa mahluk ciptaan Tuhan dengan sewenang-wenang. Sekecil apapun mahluk itu. Karena mereka bukan penciptanya.
**Maria Hardayanto**
13429925791674979194
di daerah urban, sebagian mati karena bukan habitatnya

Comments

Popular posts from this blog

Kegenitan Kampus Undip

Sulit mencari ungkapan  tepat untuk mengungkapkan kampus baru Universitas Diponegoro di Tembalang, Semarang Provinsi Jawatengah. Memang ada jargon kampus yaitu kampus keanekaragaman hayati. Pohon-pohon dibiarkan tetap tumbuh demikian pula semak-semak bahkan ada 2 ekor sapi yang mencari rumput di area kampus. Sapi di area kampus? Begitu banyak kampus, baru sekarang penulis melihat sapi merumput dan memamah biak rumputnya dengan santai. Kebetulan hujan sedang turun, apabila tidak bisa dibayangkan ada banyak burung, kupu-kupu, belalang dan beragam serangga lainnya bersenda gurau diantara pepohonan yang asri tersebut. jalan masuk kampus Undip dan beragam bangunan fakultas di kanan kirinya Kampus baru Universitas Diponegoro ini begitu bersolek. Ada patung Diponegoro berkuda menyambut pengunjung. Ada dua gedung kembar di kanan dan kiri jalan menuju area kampus. Bak  pager bagus menyambut kedatangan siapapun yang ingin menikmati keindahan  kampus Undip. Dan tidak s...

Bauran Energi 25-25, Strategi Indonesia Hadapi Krisis Energi

bauran energi 2025 Aksi protes pro demokrasi  di berbagai negara Arab menyusul mundurnya presiden Tunisia dan Mesir mengakibatkan harga minyak dunia melesat diatas US $104 per barel . Harga yang relative sulit turun mengingat situasi yang makin memanas. Iran berupaya mengirim kapal-kapal angkatan laut ke kawasan Mediterania dan Pemimpin Libya, Muammar Khadafi memerintahkan mengganggu ekspor minyak Libya dengan menghancurkan pipa ke Mediterania Tertanggal 23 Februari 2011, Libya menyatakan force majeur dan efektif membatalkan kontrak minyak. Padahal Libya merupakan pemilik cadangan minyak terbesar di Afrika sebesar 42 miliar barel dan menjadi produsen ke empat terbesar di Afrika dengan produksi 1,8 juta barel per hari. Sedangkan Bahrain, Yaman, Aljazair, Libya dan Iran - mewakili sepuluh persen dari produksi minyak mentah dunia,” Tanpa tragedy dan ketegangan yang meningkat di Timur Tengah dan Afrika Utara, para...

Jangan Buang Limbah Keresekmu, Bisa Jadi Bahan Jalan Aspal Lho

jalan aspal dengan limbah kantung plastik didalamnya (dok mongabay.co.id) Pernah dengar pembangunan jalan aspal dengan campuran limbah plastik? Jika belum, silakan klik video di bawah mengenai inovasi keren ini.  Karena dengan digunakannya limbah plastik dalam pembangunan jalan aspal berarti  Indonesia sudah berhasil menemukan salah satu solusi masalah sampah.  Seperti diketahui sampah plastik kerap menjadi biang kerok, bahkan penyebab dimasukkannya Indonesia sebagai pencemar lautan nomor 2 oleh Jambeck. ( sumber ) Sang pembuat terobosan adalah Balitbang PUPR.  Singkatan dari Badan Penelitian dan Pengembangan, Balitbang PUPR merupakan bagian dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).  Bertepatan  dengan rangkaian Hari Bakti PUPR ke 72, Balitbang PUPR menggelar karya para penelitinya di car free day Dago,  pada Hari Minggu, 19 November 2017. Dengan tema “Ciptakan Lingkungan Sehat dengan Inovasi Balitbang”, acara berlang...