Untuk mengatasi banjir, para pakar aktif urun rembug. Mulai cara mudah dan mudah hingga proyek prestisius yang membutuhkan anggaran triliunan rupiah. Walikota Bandung, Ridwan Kamil selaku pemegang otoritas Kota Bandung pernah mengajak warganya membuat gerakan sejuta biopori yang dilaksanakan serempak dari tanggal 20 Desember hingga 25 Desember tahun 2013 silam. Progam mudah dan murah yang bisa dilakukan serentak berbekal alat pelubang biopori seharga kurang lebih Rp 300.000.
Biopori?
Mengapa memilih biopori? Mengapa bukan sumur resapan? Bagaimana mungkin
lubang resapan biopori berdiameter 10 cm mampu mengatasi banjir
cileuncang di Kota Bandung? Pertanyaan-pertanyaan khas warga kota yang
berpendapat bahwa air hujan harus sesegera mungkin disingkirkan. Mirip
anggapan bahwa sampah sebaiknya secepat mungkin dibuang jauh-jauh agar
tidak terlihat, tak peduli akan dibuang kemana.
Bandingkan
dengan teknologi konvensional yaitu sumur resapan yang berisi pasir,
kerikil dan ijuk. Bahan pengisi hanya berfungsi menghindari longsornya
dinding resapan, tetapi tidak dapat digunakan fauna tanah sebagai sumber
energy untuk menciptakan biopori sehingga sering terjadi penyumbatan
permukaan resapan oleh bahan-bahan halus yang terbawa air yang tersaring
oleh ijuk dan menyumbat rongga diantara ijuk.
Selain
itu pengumpulan volume air yang cukup besar ke dalam sumur resapan
menyebabkan beban resapan relatif besar. Beban resapan adalah volume air
yang masuk dalam lubang dibagi luas permukaan resapan (dinding dan
dasar lubang). Beban resapan akan meningkat sejalan dengan meningkatnya
diameter lubang.
dok. David Sutasurya |
Tabel 1 menunjukkan bahwa LRB berdiameter 10 cm dengan kedalaman 100 cm hanya menggunakan permukaan horizontal 79 cm2 menghasilkan pemukaan vertikal seluas dinding lubang 0,314 m2,
berarti memperluas permukaan 40 kali yang dapat meresapkan air. Volume
air yang masuk tertampung dalam lubang maksimum 7,9 liter akan meresap
ke segala arah melalui dinding lubang, dan menimbulkan beban resapan
maksimum 25 liter/m2. Perluasan permukaan resapan akan
menurun dan beban resapan meningkat jika diameter lubang diperbesar.
Sebagai contoh bila diameter lubang 100 cm atau mendekati diameter
sumur, maka perluasan permukaan yang diperoleh hanya 4 kali, dengan
beban resapan yang meningkat menjadi 250 liter/m2.
Peningkatan beban resapan mengakibatkan penurunan laju peresapan air
karena terlalu lebarnya zone jenuh air di sekeliling dinding lubang,
terlebih jika sebagian permukaan resapan dikedapkan dengan penguat
dinding.
Kesimpulannya: LRB
ternyata mampu menyerap air banjir lebih banyak dibanding sumur
resapan, dengan syarat paralon hanya dipasang disekitar permukaan LRB untuk mencegah longsornya tanah. Jangan memasang paralon hingga dasar lubang seperti
yang selama ini dipraktekkan warga masyarakat. Karena fauna tanah harus
mendapat akses untuk membuat biopori tanah hingga akhirnya tanah
di sekeliling LRB akan menyerap air seperti spons. LRB akan
berfungsi maksimal jika tanah disekelilingnya telah sehat yang dipicu
oleh keberadaan sampah organik, sumber nutrisi fauna tanah.
Murah dan mudah. Dibanding sumur resapan, pembuatan LRB jelas lebih murah. Harga satu alat biopori kurang lebih sepersepuluh biaya pembuatan sumur resapan. Juga mudah karena ibu rumah tanggapun bisa membuatnya, berbeda dengan sumur resapan yang membutuhkan tenaga tukang bangunan.
Partisipasi warga.
Pembuatan LRB dan pemeliharaannya membutuhkan peran serta warga. Karena
syarat pembuatan LRB yang benar adalah harus diisi sampah organik,
sehingga warga harus mengisi
sampah organik ke dalam lubang dan mengambilnya kembali sebagai kompos
sekitar 3 bulan kemudian. Dengan adanya aktivitas ini diharapkan
terjalin ikatan silaturahim yang selama ini semakin terkikis di wilayah
perkotaan.
Meminimalisir sampah organik.
Menurut perkiraan jumlah sampah organik di perkotaan adalah 60 – 70 %
dari total sampah. Bisa dibayangkan jika jumlah itu bisa masuk ke LRB
seluruhnya. Maka sisa sampah sebanyak 30 – 40 % akan dimaksimalkan oleh
pemulung atau penggiat Bank Sampah. Sampah akhir hanya sekitar 10 %
berupa limbah B3 atau sampah yang tidak bisa direcycle, sebetulnya
merupakan kewajiban produsen sesuai amanah Undang-undang nomor 18 tahun
2008, ayat 15. Karena itu gerakan ini harus berkelanjutan sehingga
diharapkan akan mengubah gaya hidup masyarakat dan berujung berkurangnya
jumlah sampah perkotaan.
Berkelanjutan.
Jika keberadaan dan manfaat LRB telah dipahami warga secara seutuhnya
maka akan tercipta hubungan simbiose mutualisme dengan sendirinya. Warga
membutuhkan LRB untuk membuang sampah organiknya, sedangkan LRB
membutuhkan ‘sentuhan’ warga agar LRB menjadi tempat yang disukai fauna
tanah. Fauna/biota tanah berfungsi menyehatkan tanah, membuat tanah
gembur sehingga berfungsi maksimal tatkala hujan turun yaitu mampu
menyerap/ menyimpan air 10 kali dari berat awalnya.
membuat biopori di Bdg Berkebun (dok. Maria G. Soemitro) |
Dengan
semua manfaat tersebut, tidak berlebihan kiranya jika gerakan Sejuta
Biopori ini mendapat dukungan 4.500 relawan. Mereka membantu
menyosialisasikan LRB ke warga Kota Bandung yang berdomisili di 30
kecamatan, 151 kelurahan, 1.561 RW dan 9.691 RT. Kalkulasi
diatas kertas menurut Ridwan Kamil, jika setiap RT membuat 110 - 150
LRB maka akan tercapai satu juta LRB atau bahkan lebih.
Kendala
pastinya ada, khususnya di daerah yang sudah tertutup rapat hingga
tidak menyisakan ruang terbuka, ketika hujan tiba, air mengalir ke
gang-gang kecil alih-alih ke selokan. Karena itulah Gerakan Sejuta
Biopori dilombakan antar RW dengan kriteria: jumlah lubang, pemanfaatan
sampah organik, penguatan leher LRB, kesesuaian titik LRB dan gotong
royong yang didokumentasikan dalam bentuk foto dan atau video.
Hadiah-hadiahnya
memang seru seperti piala bergilir, makan bersama Walikota dan Wakil
Walikota untuk satu RT, wisata ke beberapa lokasi hingga pemenuhan
kebutuhan RW tersebut. Tapi sejatinya hadiah yang utama diperoleh warga
ketika alam memperbaiki diri. Bukankah kita hidup dari tanah,
makan dari tanah dan kembali ke tanah? Berapa banyakpun uang yang kita
miliki pasti akan membeli produk yang berasal dari tanah. Kondisi tanah
seperti apakah yang akan diwariskan pada generasi selanjutnya sangat
tergantung pada langkah yang kini kita ambil. Karena itu sungguh tepat
semboyan yang diusung Gerakan Sejuta Biopori, yaitu: Tanah Sehat, Kota
Sehat, Kita Bahagia.
sumber: disini |
(bersambung)
Sumber:
Ir. Kamir R. Brata
David Sutasurya
Tim relawan Sejuta Biopori
wah bener bener inspiratif nih buat mencegah banjir, sangat disarankan kota jakarta untuk meniru cara bandung dalam menangani masalah banjir tahunan
ReplyDeleteini baru solusi. hmm, mungkin kalau jakarta tidak usah ditanya lagi.
ReplyDeletedengan solusi bagaimanapun, sangat sulit untuk jakarta terhindar banjir karena letaknya terhadap air laut...
@Fandhy, kebetulan saya sudah nulis ini : http://permatadibaliklimbah.blogspot.com/2015/02/rumah-kompos-di-antapani.html
ReplyDeletepak RW dan warga bilang bahwa adanya 1000 lubang resapan biopori (LRB) didaerah itu sangat membantu. Genangan air tidak berlangsung lama. Padahal perawatan LRB belum sesuai dengan konsep pak Ir Kamir R. Brata, penemunya.
i Jeverson, untuk beberapa daerah mungkin sulit, karena itu atas saran beberapa orang ahli, penduduk daerah tsb disarankan pindah.
ReplyDeleteTapi untuk lokasi 'aman' seharusnya konsep pak Ir Kamir R. Brata ini bisa dipraktekan, bukan hanya untuk 'mengusir' banjir tapi juga menyehatkan tanah kembali.
keren artikelnya! ngga cuma berisi hal ilmiah dan teknis, tapi juga kalimat penutupnya itu punya narasi yg oke..
ReplyDeletewah terima kasih, hanya mengutip kata-katanya pak Kamir dan pak David, agar tanah sehat.
Deleteterimakasih ya :)
Hidup bioporiiiiiiii
ReplyDeleteyupps Inda, saya mengenal biiopori tahun 2008 dan alhamdullilah diaplikasikan th 2013, sebetulnya kalo mau konsisten bagus lho utk kawasan perkotaan
Deleteinspiratif dan sangat solutif.....blogwalking...salam...
ReplyDeleteterimakasih Fee, ok nanti saya kesana yaaa......
DeleteBaru mampir udah suka sama tulisannya :)
ReplyDeletewww.fikrimaulanaa.com
terimakasih Fikri, baik nanti saya blogwalking kesana .... :)
Delete