Sapi di area kampus? Begitu banyak kampus, baru sekarang penulis melihat sapi merumput dan memamah biak rumputnya dengan santai. Kebetulan hujan sedang turun, apabila tidak bisa dibayangkan ada banyak burung, kupu-kupu, belalang dan beragam serangga lainnya bersenda gurau diantara pepohonan yang asri tersebut.
Kampus baru Universitas Diponegoro ini begitu bersolek. Ada patung Diponegoro berkuda menyambut pengunjung. Ada dua gedung kembar di kanan dan kiri jalan menuju area kampus. Bak pager bagusmenyambut kedatangan siapapun yang ingin menikmati keindahan kampus Undip.
Dan tidak seperti kampus lain yang terkesan misterius, angker dan angkuh. Kampus Undip menyapa siapapun yang datang dengan warna-warni dan aneka bentuk bangunannya. Contohnya kampus fakultas hukum. Tempat tokoh sekaliber Muladi pernah menuntut ilmu. Bangunannya benar-benar: Wah!! ……demikian juga kampus Sosial Politik.
Selain gedung fakultas Hukum, beragam bangunan muncul seolah menyatakan identitasnya seperti bangunan fakultas Budaya, bangunan fakultas Ekonomi, fakultas Tehnik Sipil, gedung Rektorat, Gedung Dekanat, Rumah Sakit bahkan poliklinik yang kata Bimo, anak saya cuma buka 3 jam dari jam 09.00 sampai dengan jam 12.00 WIB.
Kampus memang bukan sekedar bangunan. Kampus merupakan tempat sekelompok anak bangsa berkumpul dari seluruh pelosok negeri untuk mendapat ilmu dan tempaan. Akan jadi sosok apakah dia, lingkungan kampus sangatlah berpengaruh. Apabila tidak, mungkin kampus hanya sekedar bangunan tempat dosen datang, mengajar, memberi nilai untuk kemudian dilupakan. Selesai. Tidak ada kebanggaan pada almamater. Dan kampuspun gagal memberi kontribusi pendidikan seutuhnya pada seorang calon tokoh bangsa.
Demikian juga dengan kampus baru Universitas Diponegoro. Dengan bangganya Bimo menunjukkan bangunan demi bangunan walau diantaranya masih tampak setengah jadi dan jalan yang harus dilalui penuh kubangan air disana-sini.
Mesjidnyapun ada dua. Yang satu jelas untuk kegiatan mahasiswa, mungkin seperti mesjid Salman ITB, karena ada banyak pengumuman seputar kegiatan mereka. Mesjid satunya lagi justru nampak sepi walau bertuliskan Mesjid Pangeran Diponegoro.
Setiap bangunan maksimal diisi 3 orang. Jadi boleh diisi sendirian saja, berdua atau bertiga asalkan tetap membayar Rp 550.000/bulan/kamar belum termasuk listrik. Cukup murah untuk ukuran kota Semarang yang serba mahal. Apalagi melihat temboknya yang mulai kumuh walau bangunan ini baru berumur setahun. Pintu kamar mandi yang hampir jebol, jendela kamar yang macet, sulit dibuka. Dan lantainya yang diplester semen, tidak tersentuh lantai keramik. Terlalu mahalkah lantai keramik? Entahlah. Tapi lantai seperti ini lebih sulit pemeliharaannya dibanding lantai keramik.
Yang lebih menyedihkan adalah ketika penulis melongok lantai pertama asrama. Didepan deretan kamar lantai pertama nampak berkelakkelok selokan yang airnya tergenang. Mungkin air buangan karena airnya putih keruh. Siapakah arsitek bangunan ini yang begitu tega mendisain selokan air buangan di depan kamar anak-anak mahasiswa? Bagaimana baunya? Entahlah. Untung kamar Bimo ada di lantai tiga.
Ach ya, orang Indonesia memang selalu beruntung ^_^
**Maria Hardayanto**
sumber gambar patung Pangeran Diponegoro : disini
Comments
Post a Comment