Pekalongan, kota kecil di Jawa Tengah yang layak dikunjungi. Bukan hanya karena batiknya tetapi juga keberhasilan kota tersebut meraih penghargaan Adipura selama 3 tahun berturut-turut patut diacungi jempol. Tahun 2010, 2011 dan tahun 2012. Bahkan diprediksi tahun 2013 kota Pekalongan bakal mengulang sukses yang sama.
Keberhasilan tersebut harus diapresiasi karena sebagai kota yang terletak dipinggir pantai maka rob atau banjir air laut senantiasa mengancam, mengakibatkan beberapa daerah tergenang selama beberapa waktu hingga air surut dengan sendirinya.
Harusnya bisa ditanggulangi karena air yang menggenang berpotensi menimbulkan berbagai ancaman bagi kesehatan masyarakat. Tapi ah…….. walikota Pekalongan kan seorang dokter sehingga dia tahu dengan pasti dan bisa mendelegasikan tugas untuk membuat sumur resapan serta pembenahan drainase perkotaan.
Selain masalah genangan air tersebut, jalan kaki di kota Pekalongan pastilah menjadi pengalaman yang menarik. Ruang Terbuka Hijau (RTH) mencapai 20 %, trotoar cukup luas, bersih dan tidak hanya pemerintah kota, warga pun tertular menanam pohon walau saluran air yang menggenang menjadi penghalang keindahan.
Setiap 100 meter disediakan tong sampah yang dibersihkan petugas setiap hari. Sehingga warga kota tak kalah sigap menyiapkan tong sampah. Walau seadanya tapi mengesankan bersih. Demikian pula beberapa ruang terbuka hijau (RTH) di tengah kota yang tertata rapi.
Tetapi yang paling menarik adalah melihat pemandangan warga yang asyik membaca surat kabar harian di pinggir jalan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa warga membutuhkan berita dan menyukai bacaan. Dan bukankah surat kabar merupakan jendela pembuka cakrawala?
Sepintas kota Pekalongan bagai “surga” yang belum rampung. Kota yang berambisi meraih Adipura Kencana (penghargaan Adipura lima kali berturut-turut) sebelumnya sudah berhasil meraih penghargaan MDGs kategori pencegahan dan pengendalian HIV/AIDs, penghargaan Upakarti, ICTpura , IOSA dan lain-lain. Kota seluas 17,55 km2 dengan penduduk 272.000 (data tahun 2003) memiliki 4 rumah sakit dan beberapa puskesmas besar. Serta tv local sendiri yaitu Batik TV, ternyata mempunyai cerita dibalik layar juga. Tapi karena off the record maka penulis hanya menampilkan ini :
Pemuda ini tiba-tiba selalu mendatangi becak yang melintas rel kereta api. Semula penulis tidak mengerti apa maksudnya, barulah sesudah melihat wajahnya yang beringas , penulis cepat-cepat menyodorkan uang lembaran seribu rupiah.
Karena tidak sempat memphotonya. Keesokan harinya penulis sengaja lewat lagi dan cepat-cepat mengabadikan karena ………takut juga. Konon pernah ada yang diancam golok karena tidak mau memberi uang. Hanya konon lho , nggak mengalami sendiri.
Alamak ternyata ada pak Ogah versi lain ………….^_^
**Maria Hardayanto**
Comments
Post a Comment