Ada yang patut dikritisi dari tragedi krisis air di Jakarta yang menyebabkan antrean warga dimana-mana. Kritik bukan hanya untuk keenggananan kebijakan peremajaan pipa-pipa air dan pintu air yang sudah tua menyebabkan air merembes dan mengakibatkan tanggul Kalimalang jebol. Tapi sikap para pemimpin negera Republik Indonesia. Ketika sekitar 65 % pelanggan PAM di Jakarta harus antre air, kediaman presiden dan wakil presiden tidak kekurangan pasokan air. Bahkan tanamannya segar berseri karena mendapat siraman air bersih dari tangki Palyjam, mitra PAM JAYA.
Kita bisa membandingkan dengan ketika beberapa tahun yang lalu Inggris mengalami krisis air (sumber: majalah Intisari). Ratu kerajaan Inggris, Elizabeth II menghimbau rakyatnya untuk menggunakan air seperlunya, artinya hanya untuk keperluan rumah tangga. Sedangkan tanaman ditaman diharapkan untuk berpuasa dulu. Mengingat beberapa tanaman termasuk tanaman bandel yang cukup disiram air seminggu sekali.
Atas himbauannya Ratu Elizabeth II konsekuen melaksanakan sehingga ketika diadakan pesta kebun, para tamu mendapati kebun istana tidak hijau royo-royo bahkan rumputnya berubah warna menjadi kecoklatan. Perbandingan ini sekedar mengingatkan Negara Indonesia adalah Negara demokrasi notabene bukan Negara monarchy sehingga seharusnya rakyat dan pemimpin rakyat mendapat hak yang sama untuk memperoleh air bersih.
Persamaan hak atas air di Indonesia ditegaskan dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber daya air sebagai berikut :
Pasal 5
Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok
minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan
produktif.
Pasal 6
(1) Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat
Karena itu seharusnya pelanggan mendapat pelayanan air yang sama karena tidak disebutkan dalam undang-undang mengenai sumber daya air dan sumber-sumber daya lainnya bahwa presiden dan pembantunya mendapat hak lebih besar daripada rakyat yang dipimpinnya.
Perbandingan layanan yang didapat presiden dengan rakyat sangatlah timpang. Tanaman di istana mendapat siraman air dengan borosnya sedangkan rakyat tidak hanya harus antre air tetapi juga terpaksa membeli air mineral dalam gallon dan sebagian lagi mengalah mencuci baju di sungai menggunakan air sungai yang jauh dari layak. Tapi ya apa boleh buat.
Rakyat yang menjadi pelanggan PAM Jaya seharusnya otomatis mendapat kompensasi apabila operator, mitra PAM JAYA tidak sanggup memberikan pelayanan minimal sama dengan yang diberikan pada pihak istana presiden dan wakil presiden.
Tapi jangankan otomatis mendapat kompensasi, pengaduan yang begitu banyak dterima YLKI dalam 10 tahun terakhir begitu sulit diproses, diperhatikan dan diperbaiki oleh pihak yang berwenang seperti kualitas air yang bau dan kotor, frekuensi tidak tepat, matinya pasokan air dan pergantian otomatis status pelanggan hanya karena bangunan pelanggan berubah menjadi kelihatan lebih bagus.
Akhirnya, walaupun protes ini mungkin tak terdengar tapi harapan tetaplah harus dilayangkan. Harapan ada perbaikan sikap keberpihakan pada rakyat. Dan harapan agar hari Minggu ini, 4 September 2011, air PAM mengalir kembali sehingga terlepaslah ibu rumah tangga dari derita hidup tanpa air bersih. (Maria Hardayanto)
Comments
Post a Comment